Kamis, 05 Juni 2008


Tuesday, July 31, 2007

Tubeless nggak lagi jaminan


Saya tersentak kaget ketika mendapati sebuah ranjau paku bersarang di ban belakang motor saya. Tak bisa dibilang paku juga sebetulnya karena memang bukan paku. Bentuknya mirip dengan jari-jari pada payung yang sudah dipotong secara 'bengis' sehingga ujungnya sangat tajam dan mampu merobek ban. Masih untung, ranjau paku ini melejit dan menusuk tembus di pinggiran ban saja - tidak sampai melukai ban dalam dan berakibat kempes.

Bermodalkan tang jepit, saya cabut ranjau tersebut. Security di kantor menghampiri saya, barangkali ikut curiga karena melihat saya jongkok di dekat motor-motor yang sedang parkir. Ketika dia melihat saya memegang ranjau paku tersebut, dia berseru kaget. "Wah, untung nggak tembus ke ban dalam. Ini ranjau paku 'khusus' buat tubeless, Mas !". Saya heran, ranjau paku KHUSUS ban tubeless ? "Betul, kena ranjau paku ini, ban tubeless pun kempes. Kalo kena paku biasa sih, ban tubeless masih bisa tahan. Namanya penjahat, memang paling pinter cari akal," ujarnya sambil geleng-geleng melihat panjangnya ranjau paku yang bersarang di ban belakang motor saya.

"Kalo kena paku, ban tubeless masih tahan karena angin tak langsung keluar. Tapi kalo kena ini, angin ban keluar lewat 'jalur' di tengah sini," katanya menjelaskan seolah bisa membaca kebingungan saya. Saya perhatikan lebih lanjut dan akhirnya mengerti. Memang kurang ajar ! pekik saya. Baru saja saya berpikir untuk mengganti ban tubeless agar terhindar dari kejadian kempes ban bila motor terkena paku. Tapi melihat ranjau paku model begini, ban tubeless pun jadi nggak jaminan.

"Tapi biar bocor juga tetep ban tubeless lebih lama kempesnya. Dulu ada orang kantor yang mobilnya kena ranjau paku model begini. Di tengah jalan, dia diuber orang naik motor sambil ngasih tahu kalo ban mobilnya bocor. Orang kantor kita cuek saja dan hajar terus sampai di kantor. Modusnya memang seperti itu. Kalo berhenti, bisa habis deh. Entah ditodong atau malah dirampok sekalian. Hati-hati, Mas ! " katanya sambil berlalu.

Saya kembali geleng-geleng kepala melihat ranjau paku ini. Ban tubeless pun ternyata nggak lagi jaminan meski tetap lebih tahan ketimbang ban biasa jika terkena paku model begini. Sudah selayaknya kita lebih waspada. Jalan raya bukan lagi menjadi tempat yang aman, memang.

Salam paku,
Tok

Friday, July 27, 2007

Iklan kebablasan

Kalo sering nonton tipi, belakangan Yamaha meluncurkan iklan bernuansa edukasi soal Safety Riding (SR). Biasanya yang nongol Deddy Mizwar dan siapa lagi kalo bukan Komeng. Didahului dengan animasi biker kebut-kebutan dan lantas nabrak, kemudian keduanya berkata : "Di iklan bisa bikin ketawa ... tapi kalo betulan, bisa hilang nyawa !". Yah, kira-kira begitulah. Langkah Yamaha ini boleh diapresiasi karena tahun 2007 memang dicanangkan AISI sebagai tahunnya Safety Riding. Dan salah satu bentuk tanggung jawab dan komitmen dari pihak Yamaha adalah dengan meluncurkan iklan edukasi seperti ini.

Menoleh lagi ke belakang, barangkali muncul kesan lucu juga jika Yamaha mengeluarkan iklan seperti ini. Seperti yang diketahui, Yamaha paling kocak bila bikin iklan. Komeng-lah dibikin tersobek-sobek bajunya, Didi Petet nemplok di pohon, Ida Kusumah bisa wheelie, Toro Margens disikat Jupiter MX dan masih banyak lagi. Iklan Yamaha memang 'nakal' tapi sekaligus menghibur banyak orang. Lalu di mana lucunya ? Iklan Yamaha selalu menonjolkan kecepatan dan unsur ekstreem lainnya yang agak jauh relevansinya dengan konsep Safety Riding, sekalipun semua bintang iklan Yamaha senantiasa menggunakan helm. Berbeda dengan iklan AHM yang polanya sama dan cenderung membosankan, orang naik motor dengan kecepatan bervariasi. Kadang cepat, kadang nyantai. Sekalipun cepat, nggak sampai sobek-sobek bajunya atau terbang-terbangan. Masih normal-normal saja.

Seharusnya dengan munculnya iklan edukasi Safety Riding dari Yamaha ini, iklan-iklan Yamaha sebelumnya juga mesti direvisi agar ikut sesuai dan mendukung proses edukasi SR tadi. Gimana mau ngomong soal SR jika Komeng menghancurkan jembatan, bajunya sobek, Mio diajak terbang-terbangan, terjun payung sambil bawa motor dan lain sebagainya. Terlebih lagi, iklan layar kaca bak tanpa filter alias bisa dilihat oleh siapa saja mulai dari orang dewasa hingga anak-anak. Anak-anak yang belum mengerti, bisa menyimpulkan bahwa naik motor itu bisa dan sah-sah saja berbuat seperti yang para bintang iklan Yamaha lakukan. Waduh, bahaya juga kan ? Tak lantas dengan iklan edukasi SR yang baru semuanya bisa jadi beres lho. Yang jelek, cenderung lebih gampang diingat dan ditiru ketimbang yang bagus.

Yamaha bukan cuma pihak satu-satunya yang 'kepleset' dalam hal ini. Kanzen dikritik karena iklannya dianggap tidak mendidik, bawa barang hingga melebihi batas sewajarnya, naik-turun tangga dan lompat sana-lompat sini. Suzuki apalagi, konon pernah ditegur AISI langsung karena iklan Shogun SP-nya menonjolkan free style. Bajaj juga sama, iklan Pulsar-nya meski keren dan intinya menunjukkan ketangguhan motor Pulsar, tetap mengandung unsur ekstreem. Masih lebih baik iklan media cetaknya, pengendara Pulsar sedang melompati jembatan tapi di bawahnya tertera semacam peringatan agar adegan tersebut tidak ditiru. Mengingatkan saya pada iklan pelumas Shell di layar kaca yang mencantumkan bahwa adegan dilakukan oleh profesional dan jangan menirunya di jalan raya.

Yang muncul sebagai 'pemenang' dalam kasus ini siapa lagi kalo bukan AHM. Dengan konsistensi yang dianggap membosankan, justru namanya yang muncul ke permukaan sebagai pabrikan yang konsisten dengan SR. Saking konsistennya, sampai tak mau turun balap atau bikin atraksi free style di setiap gelaran acaranya, hahaha. Wah, kalo ini sih keterlaluan ya. AHM juga cukup cerdik dengan iklan Honda OMR-nya. Balap, motor cepat, tapi di sirkuit dan bukan di jalan raya. Teknologi Untuk Senyumanmu, iklan yang hingga saat ini masih belum saya mengerti maksudnya apaan.

Iklan memang seharusnya kreatif dan tampil beda, tapi bukan berarti kebablasan. Apalagi iklan layar kaca yang bisa ditonton oleh semua orang. Masih banyak jalan untuk menunjukkan ketangguhan, kecepatan atau kelebihan motor dalam setiap iklan motor pabrikan. Jika memang harus menampilkan sesuatu yang ektreem, masih bisa dicantumkan peringatan agar tidak menirunya. Saya kira hal demikian tidaklah sulit untuk dilakukan. Yang paling penting, lebih berhati-hati dalam membuat konsep iklan. Bukan begitu bukan ?

Salam iklan,
Tok

Thursday, July 26, 2007

Ini baru Honda 'Legenda' !


Hmm ... saya baru saja mendapat kiriman berita seputar Honda Super Cub. Di sini ada sedikit informasi soal sejarah si bebek legenda milik Honda ini. Entah kenapa, saya amat terpesona dengan penampilannya yang klasik banget. Sampe ngiler melihat tongkrongannya. Barangkali boleh juga ditulis di sini untuk sekedar sharing dan nostalgia masa lalu. Berburu informasi soal Super Cub juga tak sulit. Mbah Google dan Eyang Wiki sudi membantu kita dalam menggali informasi lebih lanjut. Kenafa eh kenafa ? Nggak tahunya karena si Super Cub ini memang legenda hidup dan nggak usah diragukan lagi popularitasnya.

Dikisahkan pada tahun 1958 - 10 tahun sejak lahirnya Honda Motor Co. Ltd, Japan - Soichiro Honda membuat sebuah keputusan yang sangat berani untuk saat itu dengan membuat motor ini, motor yang 'lain dari yang lain'. Saat itu orang-orang sudah cukup puas dengan motor dua tak. Sebaliknya, Honda sebagaimana layaknya orang top yang memiliki visi dan misi jauh ke depan, merasa 'eneg' mendengar suara bising dan polusi asap yang dihasilkan motor dua tak. 'The Old Man' memiliki keyakinan penuh bahwa mesin empat tak yang kurang populer untuk motor berkapasitas mesin kecil saat itu, kelak akan mengalahkan pamor mesin dua tak. "Gue pengen motor ini mudah dikendarai, siapa saja bisa termasuk yang baru belajar naik motor, tarikan smooth dan nyaman, tidak bising, irit, praktis - bahkan tukang anter makanan pun masih bisa nyemplak dan mengendarainya dengan satu tangan - sekalipun tangannya membawa barang belanjaan !"

Team engineer Honda lantas mengusulkan sebuah desain motor dan Honda menegaskan bahwa dia ingin dia duduk di motor itu tanpa ada tangki bahan bakar yang menghalangi di depannya. Hasilnya adalah desain motor yang kita sebut 'bebek' untuk saat ini. Super Cub pun nongol dengan kapasitas mesin 50 cc pada saat pertama kali diproduksi. Jangan lupa, bermesin 4 tak ! Soichiro Honda dan salah satu direktur perusahaannya, Takeo Fujisawa yakin seyakin-yakinnya bahwa motor ini akan sukses. Fujisawa sendiri pernah ditanya apakah target motor ini akan laku 30.000 unit dalam setahun ? Di luar dugaan, Fujisawa menjawab bahwa target motor ini adalah 30.000 unit dalam sebulan ! Dan itu bukan omong kosong. Penjualan Super Cub meledak dan mampu mengangkat nama pabrikan HONDA menembus benua Asia hingga ke benua Amerika dan Eropa. Bahkan, dari kemunculan Super Cub inilah banyak orang yang menganggapnya sebagai titik permulaan di mana motor Jepang mulai 'menjajah' dunia seperti sekarang ini.

Pada akhir tahun 2005, penjualan Super Cub berikut varian-varian yang nongol berbasis Honda Super Cub, secara world wide dari pertama kali diluncurkan - telah mencapai 50 juta unit dan sekarang sudah melebihi angka tersebut pastinya. Tak ada motor lain yang sanggup menyamainya. Discovery Channel bahkan memberinya gelar sebagai "Greatest Ever Motorcycle" dan mengalahkan merk motor tenar seperti Harley Davidson, Triumph dan bahkan Ducati. Lewat 50 tahun sudah sejak kemunculannya, Super Cub hingga saat ini masih terus diproduksi di berbagai belahan dunia termasuk di negara kita dan di Jepang sendiri.

Kata 'CUB' diyakini merupakan singkatan dari 'Cheap Urban Bike' karena motor ini lahir dari sebuah ide untuk menyediakan sarana transportasi yang murah meriah bagi kaum urban di kepadatan kota. Dari versi awal yang bermesin 50 cc, Super Cub sudah berulang kali mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan teknologi dan jaman - namun tetap dengan konsep yang sama. Lewat 50 tahun sudah sejak kemunculannya, Super Cub hingga saat ini masih terus diproduksi di berbagai belahan dunia termasuk di negara kita dan di Jepang sendiri. Bedanya, barangkali Super Cub tidak akan kita jumpai di sini sekarang dalam bentuk seperti gambar di atas, melainkan dalam bentuk Supra Fit, Fit S, Revo dan Supra X 125. Meski dianggap berbeda, namun inilah keturunan dari Super Cub yang melegenda tersebut. Dan di Jepang sendiri, model asli Super Cub berikut jeroan-jeroannya masih diproduksi. Bahkan spare part racing kelas gila-gilaan pun ada untuknya ! Rakyat Jepang seolah cinta mati dengan si klasik yang satu ini.

Super Cub, memang fenomenal dan bersejarah. Inilah Honda 'Legenda' yang sesungguhnya. Legenda hidup, karena masih diproduksi baik versi asli maupun keturunannya. Banyak warisan yang ditinggalkan oleh Super Cub - yang saat ini menjadi 'ideologi' dari produk-produk Honda seperti : irit, bandel, tangguh, perawatan mudah, mesin 4 tak dan rendah emisi dan minim polusi. Hebatnya lagi, sekalipun Honda Jepang terus berkarya dan berinovasi melahirkan mesin-mesin yang semakin hebat, modern dan maju, Super Cub tetap tak terlupakan dan masih terus diproduksi. Motor ini memang 'sakti' !

Salam Super Cub,
Tok
Foto : www.scootershop.ru

Tuesday, July 24, 2007

Injeksi oke tapi ...


Seiring dengan perkembangan jaman, teknologi yang diusung oleh kendaraan roda dua pun berubah. Bila dulu mesin favorit kebanyakan orang adalah mesin 2 tak, sekarang ganti 4 tak. Kalo dulu cukup angin sepoi-sepoi untuk bikin mesin adem, sekarang mulai rame penggunaan radiator. Kalo dulu bebek yang jadi idola, sekarang skutik mulai mempesona. Teknologi transfer tenaga keduanya udah beda juga. Kalo dulu oli encer dianggap palsu, sekarang banyak yang ogah menggunakan oli kental. Sama juga, era karburator sebagai pengabut bahan bakar diprediksi bakal tergantikan oleh teknologi injeksi.

Tengok ke belakang, yang pertama kali main-main mesin injeksi adalah Suzuki dengan proyek Shogun 110 injeksi-nya. Motor ini diriset oleh pabrikan namun tidak pernah diproduksi massal. Barangkali saat itu masih dianggap nggak bakalan untung bikin bebek injeksi. Masyarakat masih nggak mudeng, kalo diproduksi harganya bakalan mahal pula. SDM-nya juga belum siap. Saat itu masih asoy geboy main mesin 2 tak yang terkenal perawatannya mudah dan simpel. Jadi, proyek ini tak kedengeran lagi kabarnya. Bisa jadi, ini cuma sebuah proses riset internal pabrikan saja.

Belakangan yang muncul ke permukaan adalah Honda Supra X 125 PGM-Fi. Diakui sebagai bebek injeksi pertama yang diproduksi massal di Indonesia. Mendapat penghargaan Rookie Of The Year dari MotorPlus. AHM selaku tukang buatnya, seolah menggertak publik dengan melahirkan genre bebek modern yang sudah pasang injeksi. Kan dianggapnya cuma jago bikin motor tempo doeloe ? Lucunya, proyek ini terkesan malu-malu dan kurang lantang dipromosikan. Peluncurannya hanya terbatas kalangan internal dan tidak ada pesta gegap gempita. Ditambah dengan harga si beksi yang dianggap orang aje gile dan gile aje - Supra X 125 PGM-Fi terbukti nyungsep di pasaran. Unitnya yang beredar di jalan cuma sedikit. Belakangan diakui bahwa proyek ini hanya untuk image pabrikan dan memang tidak di-set untuk bikin kantong pabrikan tebal. Hm, benarkah begitu ? Mengingat investasi yang sudah dikeluarkan untuk bikin beksi, rasanya AHM tak kebanyakan uang bila proyek ini cuma buat gengsi pabrikan saja. Barangkali alasan itu hanya untuk mengalihkan perhatian lantaran bebek injeksi massal pertama ini memang gatot - gagal total. Di Thailand sendiri, penjualannya juga adem-adem aja.

Alhasil, yang senyam-senyum adalah kompetitor AHM. Mereka tampak lebih berhati-hati dan belajar dari kegagalan AHM. Yamaha lantas mencoba peruntungan dengan melepas motor berinjeksi pertama karya garputala. Berbeda dengan AHM yang menyasar masyarakat pengguna bebek, Yamaha mencoba bertarung di kelas yang lebih tinggi yaitu sport. V-Ixion code name Viper - motor sport berteknologi injeksi produksi massal perdana di tanah air. Cukup lama juga dari mulai bocornya informasi soal Viper ini hingga akhirnya nongol jadi V-Ixion. Menurut Yamaha, lompatan teknologi yang dibawa V-Ixion membutuhkan banyak waktu supaya ketika akhirnya motor ini dilepas ke pasaran, pihak Yamaha sendiri sudah betul-betul siap. Sedikit beda ketika AHM meluncurkan Supra injeksi tempo hari yaitu untuk menghadang laju Jupiter MX yang saat itu baru nongol dan dipuji sebagai bebek berteknologi tinggi. Agak terburu-buru supaya nggak kehilangan muka kali yah, hehehe.

V-Ixion masih membutuhkan waktu pembuktian apakah betul produk motor berteknologi injeksi dari Yamaha ini bisa diterima oleh masyarakat atau tidak. Namun dilihat pada saat ini, V-Ixion memang bisa diterima kehadirannya. Indent yang luar biasa panjang, setidaknya menunjukkan bahwasanya orang kita tidaklah terlalu takut untuk menerima sesuatu yang baru. Atau memang karena Yamaha tepat memilih pasar yang lebih matang dan siap menerima kehadiran teknologi ini. Pasar motor sport tentu berbeda dengan pasar motor bebek. Hal ini jugalah yang membuat Suzuki masih meraba kemungkinan melepas New Shogun 125 dalam wujud injeksi. Sama halnya Yamaha yang masih berpikir-pikir untuk menjejali Jupiter MX-nya dengan teknologi injeksi ala Spark 135i.

Saya selalu percaya bahwa ATPM memiliki kemampuan untuk mengedukasi masyarakat. Paling gampang, teknologi kacangan pun disulap seolah teknologi mutakhir dalam brosur promosi 'tipu-tipu' yang seringkali kita jumpai pada upaya ATPM merangsang penjualan motornya. Jika 'edukasi' yang jelek saja bisa membuat masyarakat kita kepincut, seharusnya ATPM juga bisa mengedukasi masyarakat ke arah pe-melek-an teknologi yang artiannya positif. Dengan kata lain, jangan cuma 'menipu' masyarakat tapi coba untuk 'dipintarkan'. Toh AHM terbukti berhasil mendidik orang kita supaya tidak takut dengan lampu bego lewat Honda Vario-nya. Juga Yamaha yang berhasil mendidik masyarakat kita untuk menerima motor matik sebagai alternatif lain selain motor bebek. ATPM memang mampu, tergantung mereka mau menjalankannya atau tidak.

Kembali ke peluang berhasil atau gagalnya motor injeksi, lagi-lagi tergantung ATPM sendiri selaku penggagas. Jika mereka serius mengembangkan dan menggarap proyek besar ini, rasanya perlahan tapi pasti masyarakat kita bisa menerimanya. Toh kehadiran teknologi ini pada dasarnya adalah memberi semakin banyak kemudahan dan less maintenance. Jika soal bahan bakar yang ditenggarai jadi persoalan besar, lha mobil-mobil yang sudah duluan ber-injeksi ria saja berani nenggak premium dari SPBU yang sama lho. Kesiapan SDM juga harus diperhatikan dibarengi dengan kesiapan peralatannya. Jangan sampai mekaniknya bengong ketika ada masalah (padahal pemilik motornya sendiri sudah bengong). Juga jangan pelit untuk investasi di ketersediaan sparepart. Jangan sampai masyarakat sulit menjumpai sparepart untuk motor injeksi, karena hal ini akan menimbulkan resistensi / penolakan terhadap perubahan yang semakin besar terhadap motor berteknologi maju tersebut. Ujung-ujungnya, nggak laku.

Era injeksi mau tak mau memang akan datang. Bisa beberapa tahun lagi, bisa sepuluh, atau bahkan lebih lama lagi supaya betul-betul diterima dan diyakini oleh masyarakat kita sebagai teknologi yang friendly dan nggak nyusahin. Tapi berbahagialah ATPM yang duluan serius menekuni soal ini. Mungkin sekarang belum terasa keuntungannya, tapi kelak mereka akan dikenal sebagai jagonya motor injeksi oleh masyarakat. Pada akhirnya, motor berteknologi injeksi akan semakin cepat diterima bila semua ATPM serius menggarapnya. Entah itu bebek injeksi, skutik injeksi atau sport injeksi.

Yang lain, bisa nggak ngikutin ?

Salam injeksi,
Tok
Foto: www.otofinance.co.id

Monday, July 23, 2007

Hijau bukan cuma Kawasaki


Pernah berkunjung ke situs resmi AHM ? Setelah diperbaharui, situs ini tampil lebih segar. Kalau diperhatikan dengan lebih cermat, ada nuansa pepohonan di sana. Ini bukan karena AHM asalnya dari tumbuh-tumbuhan atau mau kembali ke pohon seperti Mas Tukul bilang. Tapi ada sebuah misi mulia yang tengah diemban, yang merupakan pengejawantahan dari sebuah konsep global dari Honda Jepang sendiri. Apa itu ? Honda Green ! Sekarang, warna hijau bukan cuma milik Kawasaki.

Bicara soal sejarah, rasanya saya masih perlu mencari data lebih lanjut mengenai konsep yang diketengahkan oleh Honda Jepang ini secara lebih lengkap. Ngomong-ngomong soal Honda Jepang, yang dimaksud, adalah Honda Jepang secara keseluruhan yaitu motor dan mobil. Meski di Indonesia 'terpecah' ke-Honda-annya, tapi tak menghalangi AHM dan HPM (Honda Prospect Motor) untuk bersama-sama menjalankan misi mulia ini. Misi apa sih ? Misi menciptakan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Persis seperti tema yang diusung oleh HPM di IIMS tahun ini : Living a better future today. Dan tak ada warna yang lebih tepat untuk konsep ini selain warna hijau yang melambangkan kehidupan.

Honda Green intinya adalah usaha Honda sebagai pabrikan otomotif kelas dunia untuk turut mengusahakan terciptanya kehidupan yang lebih baik buat umat manusia di bumi ini. Contoh gampang saja, kendaraan tentu memiliki 'peran' dan 'sumbangsih' yang besar terhadap polusi di dunia. Siapapun tahu bahwa polusi merupakan silent killer yang membahayakan dan bikin bodoh. Kemudian, kendaraan juga merupakan benda konsumtif yang kian hari semakin banyak mengkonsumsi bahan bakar fosil dengan pertumbuhannya yang pesat. Kita tengah dilanda krisis energi. Honda dalam hal ini, menyadari bahwa hal ini merupakan sebuah tanggung jawab sosial dari mereka sendiri selaku pabrikan besar. Sebuah kesadaran yang patut diacungi jempol dari sebuah pabrikan kelas dunia seperti Honda. Konsep ini kemudian dengan lantang dikumandangkan. Dan sesuai dengan hirarki perusahaan, di seluruh penjuru dunia manapun, perusahaan Honda harus menjalankannya.

Honda tak cuma giat mengembangkan teknologi mesin pengganti bahan bakar fosil, teknologi rendah emisi, irit dan ramah lingkungan untuk kendaraan-kendaraan ciptaannya saja tapi juga memperhatikan aspek-aspek lain dalam upaya pelaksanaan Honda sebagai Green Company secara total. Hal-hal pendukung lain dalam kesinambungan proses produksinya juga turut dibenahi dan 'di-hijaukan'. Ke depannya, Honda tak cuma berusaha sendiri dalam soal ini, tapi juga mengajak supplier-nya untuk turut serta berpartisipasi menciptakan lingkungan hidup yang lebih baik. Seluruh supplier Honda kelak harus membuat parts yang ramah lingkungan dan tidak merusak. Tidak mau patuh ? Gigit jari deh karena Honda bakal memilih supplier lain.

Saya bukan seorang ahli masalah lingkungan hidup. Tak lantas latah dengan cuap-cuap soal pemanasan global yang juga tak saya mengerti sepenuhnya. Namun saat hal ini bersinggungan dengan dunia otomotif, saya jadi sangat apresiatif dengan upaya yang ditunjukkan oleh Honda selaku pabrikan otomotif yang besar. Saya yakin, bahwa konsep 'hijau' ini bukan cuma milik AHM saja melainkan setiap pabrikan pun memiliki kebijakan tersebut. Dan hal ini memang sudah sepantasnya menjadi concern pabrikan otomotif. Rata-rata sekarang setiap produk motor dari ATPM manapun sudah menerapkan teknologi rendah emisi dan kian ramah lingkungan.

Sedangkan kita ? Sebagai biker yang baik, sudah selayaknya turut mendukung usaha menciptakan kehidupan yang lebih baik untuk anak cucu kita kelak. Bukan cuma bergantung dari upaya para pabrikan saja lewat motor-motor yang mereka ciptakan dan kita beli. Caranya nggak perlu yang berat-berat, perhatikan kondisi mesin motor supaya selalu prima, irit bahan bakar dan beremisi rendah, sudah merupakan sumbangsih. Jika semua rakyat biker bersatu dalam hal ini dan sepakat menjadi 'Genk Ijo', kehidupan yang lebih baik di masa depan sama sekali bukan omong kosong belaka.

Hijau bukan cuma milik Kawasaki. Tak lantas juga jadi milik Honda lewat Honda Green-nya, tapi semestinya milik kita semua. Why don't we try to be 'Green' Bikers ?


Salam hijau,

Tok
Foto : www.msnbc.com

Friday, July 20, 2007

Panas, soal Motor Nasional



Pertumbuhan jumlah pengguna sepeda motor serta dinamisnya industri ini, membuat banyak pihak tergelitik untuk ikut serta. Jika dulu kita cuma mengenal motor ini lewat 4 merk Jepang saja, kini merk-merk 'aneh' mulai bermunculan. Booming merk aneh, pertama kali nongol saat serbuan motor China beberapa tahun ke belakang. Lantaran kualitas dan after sales yang memble, kini hanya sedikit saja dari ratusan merk motor China tersebut yang bertahan. Sekarang, beberapa merk yang cukup asing di kuping banyak orang mulai menggebrak dan menyebut diri sebagai merk motor nasional. Hingga sekarang, bangsa kita masih belum memiliki sebuah motor yang betul-betul merupakan motor nasional yang bisa jadi kebanggaan bersama dan lebih jauh ... sebuah identitas nasional.

Adalah Kanzen, Solomo, Torindo, Diablo yang mencoba untuk menjadi merk motor nasional. Paling ngetop dan barangkali yang paling siap, mungkin cuma Kanzen. Baik merk Solomo maupun Torindo, tak ubahnya masih seperti motor China tempo hari - namun sekarang menggunakan parts dalam negeri. Secara desain dan teknologi, masih merupakan jiplakan dari motor Honda 100 cc. Demikian pula sebetulnya dengan Kanzen yang masih 'berbau' jiplakan. Apalagi mengingat hubungan sejarah antara Kanzen dan Astra Honda Motor, tentu hal ini tak lagi aneh. Point plus dan yang membedakan antara Kanzen dengan yang lain adalah bahwa Kanzen akhirnya berani untuk menghadirkan motor yang merupakan hasil desain anak bangsa sendiri : Kanzen Taurus. Mereka juga serius mengembangkan mesin ala 'Honda' ini supaya nantinya berbeda. Yang cukup lain dari yang lain juga adalah merk Diablo (saya masih belum tahu merk aslinya, diablo merupakan tipe motor produksi Honlai). Desain katanya dari negeri sendiri, namun di beberapa bagian terdapat campur tangan Thailand.

Yang menggelitik, siapa sebetulnya yang paling pantas menyandang predikat motor nasional ? Menurut Ridwan G, pengamat Otomotif, belum ada satupun merk-merk tersebut di atas yang betul-betul bisa dijadikan motor nasional. Definisi motor nasional ini sendiri masih nge-blur. Ora jelas. Apakah motor nasional itu semestinya harus betul-betul dari nol dibuat oleh bangsa kita sendiri ? Apakah cukup dilihat dari kandungan lokalnya saja ? Apakah sing penting mengusung nama merk berbau Indonesia ? Apakah yang penting dilihat dari penyerapan orang kita sendiri dalam produksinya ? Apakah dari teknologinya ? Desainnya ? Gayanya ? Harganya yang terjangkau dan reasonable ?

Jika tolok ukurnya adalah motor yang berteknologi hasil karya bangsa sendiri, rasanya kita masih harus menempuh perjalanan panjang untuk bisa betul-betul memiliki motor nasional. Malaysia sendiri 'meminjam' tangan Kawasaki untuk Modenas-nya. Nggak masalah, yang penting pengembangannya ke depan. Jangan tergantung melulu sama Jepang yang pelit transfer teknologi. Kalo bisa ilmunya diambil supaya besok nggak lagi tergantung dengan bangsa lain. Jika dari kandungan lokal, bukankah motor yang kita kenal sekarang pun sudah di atas 90 persen (rata-rata) kandungan lokalnya ? Dari penyerapan tenaga kerja lokal, weleh .. weleh .... wong ini negara kita kok. Jelas orang kita yang jadi pekerjanya. Dari merk ? AHM bisa saja mengeluarkan motor dengan merk 'Monas' atau merk berbau Indonesia lainnya. Simpel, tinggal daftarin doang merk tersebut dan bayar. Pabrikan lain juga bisa. Dari harga yang terjangkau ? Pabrikan motor China kemarin juga boleh dibilang sudah motor nasional kalo dilihat dari harga doang. Pabrikan Jepang juga bisa bikin motor murah, tapi ya itu ... kualitasnya agak murahan juga jadinya, hehehe.

Menjadi motor nasional juga harus menyiapkan investasi yang luar biasa besarnya untuk membangun jaringan 3S yang menyebar di mana-mana. Sebagai pembanding, AHM butuh waktu 30 tahunan untuk bisa menyiapkan hal ini. Jangan hanya berpikir untuk mendesain dan menghasilkan sebuah motor yang betul-betul dikerjakan oleh orang kita sendiri, tapi bagaimana dengan after salesnya ? Tak mudah memang untuk menjadi motor nasional. Bisa jadi, siapapun pemenangnya nanti, tetap tak akan berkutik dan diakui rakyat sebagai motor nasional bila jaringan mereka tak memadai atau sulit didapat.

Di sisi ekternal, seperti yang disebut Mas Aria dalam komentarnya, pemerintah juga harus secara aktif terlibat dan berpartisipasi dalam usaha mewujudkan motor nasional ini. Dukungan harus diberikan bukan dalam sebatas wacana atau seruan doang tapi dalam wujud nyata. Karena pemerintah selaku yang memerintah negeri dan jadi pemimpin bangsa ini, punya kapasitas untuk turut menentukan sukses tidaknya motor nasional ini nantinya.

Jadi, memang tak gampang untuk mewujudkan impian bahwa Indonesia bakal memiliki motor nasional. Para pelakonnya harus berhadapan dengan beragam faktor kondisi harus bisa dipenuhi terlebih dulu. Jika semuanya sudah siap dan berjalan baik, masih harus bisa memenangkan hati pemerintah selaku hakim yang bakal ketok palu apakah merk ini diakui sebagai motor nasional atau bukan. Beres urusan ini, kembali harus berhadapan dengan juri terakhir, masyarakat dan bangsa kita sendiri. Apakah betul rakyat Indonesia mengakuinya sebagai motor yang betul-betul motor nasional ?

Yang pasti, Motor Nasional itu bukan cuma sekedar merk yang berbau Indonesia, dilihat dari kandungan lokalnya saja atau bahkan dari cuma sekedar pabrikannya yang ngaku-ngaku saja. Ingat itu ! Rakyat kita tidak bodoh.

Salam MoNas,
Tok
Foto : www.otofinance.co.id

Monday, July 16, 2007

India menantang Jepang


Sejak grasa-grusu tempo dulu bahwa dua pabrikan motor besar di India menyatakan berminat untuk meramaikan pasar tanah air, pabrikan Jepang yang sudah duluan bercokol di sini menyatakan siap meladeni 'goyang India' tersebut. Namun berbeda saat menghadapi pabrikan motor China, sejujurnya mereka tidak menganggap Bajaj dan TVS sebagai lawan yang mudah dan tak perlu dianggap. Seolah tahu bahwa kali ini pertempuran yang bakal segera digelar menjadi lebih sulit karena dua pabrikan besar di India ini tidak main-main untuk terjun.

Masih membekas di ingatan pada event Jakarta Motorcycle Show 2006 lalu yang disponsori Bajaj. Gebrakan yang luar biasa yang membuat banyak orang terpana dan menganga. Belum apa-apa sudah royal banget dan megah. Boleh dibilang, JMS 2006 kemarin milik Bajaj. Heavy marketing ? Gimana nggak heavy kalo temen kantor saya aja bisa bilang begini, " Yang betul itu bacanya 'BAJAJ', bukan 'BAJAY' tauuuuu ....". Sumpah mati, dia sama sekali nggak minat sama otomotif. Bisa tahu karena promosi JMS dan Bajaj-nya begitu menggema dan mengena tentunya. Tak cuma pehobi otomotif, orang awam pun pasti pernah denger-denger soal Bajaj yang nggak ada mirip-miripnya sama Bajaj milik Bajuri itu. "Satu motor Bajaj setiap hari tuh ... dateng gih sana. Kali aja lu yang dapet," kekehnya.

Tentunya, pabrikan India yang satu ini punya duit yang banyak. Seorang kenalan pernah bilang ke saya, " Mari liat, kuat nggak 'napas'-nya kalo terus-terusan begitu ?". Well, sudah hampir setahun dan so far Bajaj tampaknya fine-fine aja. Memang belum menunjukkan apa-apa soal 'napas' pabrikannya Shahrukh Khan ini. Masih butuh waktu cukup lama untuk melihat seberapa kuat 'napas' yang sesungguhnya dan seberapa besar nyalinya menantang 'haikk ..'-nya Jepang. Tapi jualan satu-satunya, Bajaj Pulsar 180, makin sering saya lihat seliweran di jalan. Hari Jumat saat saya 'pulang ke rumah' kemarin, dua kali saya berjumpa dengan bikers Bajaj yang tengah konvoi. Sulit mengenali secara sepintas karena tongkrongannya yang mirip Tiger atau Scorpio di tengah belitan keremangan malam. Tapi begitu melihat lampu led 'sadis' (desainnya !) menyala merah di buritan motor, tak salah lagi ... ini pastilah si Definitely Male itu. Banyak juga bikersnya !

'Gila'-nya tak berhenti di JMS saja, tapi juga berlanjut kemudian. Beberapa waktu kemarin, pastinya kita melihat iklan Bajaj Pulsar seliweran nyaris di setiap acara di setiap stasiun televisi. Seorang pengendara Pulsar diubek-ubek sama helikopter. Pake acara terbang di jembatan gantung dan sukses bikin helikopter tersebut ter-SOBEK-SOBEK (hehehe). Cukup lama juga durasinya, kebayang duit yang harus disetornya ? Belum puas, iklan cetak di berbagai media massa turut berhamburan. Ganti-ganti lagi. Kebayang lagi duitnya berapa ? Akh, kalo cuma soal iklan doang sih, saya nggak terlalu respek. Jangan-jangan cuma 'bluffing' aja. Tapi Bajaj menunjukkan keseriusannya dengan semangat 45 memperluas jaringan penjualan dan bengkel resminya. Di daerah Bekasi dekat rumah, sebuah showroom megah sudah ditempeli logo Bajaj. Luar biasa. Mau tahu juga sejauh mana Bajaj bakal ber-ekspansi. Mereka seolah mengerti, bahwa produk bagus akan jadi percuma dan tak laku kalo tidak didukung oleh jaringan yang luas dan 'menggurita'. Ibarat kata kalo bisa, keluar pintu rumah dan ke ujung gang pun bakal ketemu showroom plus bengkel Bajaj.

Nah, pastinya para samurai juga mengamati situasi ini. Bodohlah mereka jika menganggap Bajaj bak pemain motor China yang lalu. Sedikit untung, Bajaj memilih bermain di kelas premium dan bukan kelas 'sengit' seperti bebek atau matik (kecuali TVS yang mengeluarkan produk pertama di kelas bebek). Tapi meski belum, 'goyang'-nya harusnya sudah terasa. Boleh dikatakan, belum sanggup mengganggu tapi di kemudian hari siapa tahu ? Toh penjualannya naik melulu tiap bulan. Bukan itu saja, gosip bahwa Pulsar 220 tengah dipersiapkan untuk menggempur Honda Tiger dan Yamaha Scorpio pun kian santer. Tapi Bajaj tampaknya tak terlalu rakus dan tak mau terburu-buru. Seperti salah satu petingginya yang bilang, "Jangan sampai Pulsar 180 yang 'kemakan' pasarnya nanti ...". Coba bandingkan dengan kelakuan pabrikan Jepang yang kerap main sikat dan saling bantai antar produknya sendiri. Akh, yang penting untung ..... cape deh.

Keberhasilan Bajaj tentu tak lepas dari keberhasilan mereka yang pertama : mengubah image Bajaj dari negatif ke positif. Didukung dengan keseriusan manajemen berikut seluruh jajarannya serta kemampuan finansial yang hebat, strategi pemasaran yang cerdik dan produk berkualitas bagus dan berkelas eksklusif, membuat Bajaj secara perlahan terus merangsek maju. Bukan hanya di sini, di India pun akhirnya mengalahkan Hero Honda (sumber: detik.com). Memang salah satu faktornya adalah karena rasa nasionalis orang India yang lebih suka dan mencintai produk dalam negeri. Meski demikian, bila Bajaj sendiri tak mampu memenuhi selera dan harapan orang India, akankah mereka berhasil menjadi nomor satu ?

Waspadalah para samurai yang terlena, hari ini dia kecil tapi mungkin besok mampu membuatmu binasa.

Salam India,
Tok

Foto : www.fastcursor.com

Friday, July 13, 2007

Main cantik ? Bikin Sonic !


Di mata banyak orang, motor Honda produksi AHM identik dengan motor 'bapak-bapak'. Salah satu suhu saya malah pernah bilang kalo di kampungnya motor cap Honda itu identik dengan motornya 'guru agama'. Kenapa disebut motor guru agama ? Karena guru agama pasti bawa motornya nyantai dan gak kebut-kebutan. Hehehe. Ada-ada saja memang. Efek lain dari pikiran motor bapak-bapak adalah motor AHM tak mampu 'lari'. Buat anak muda, motor Honda kebanyakan merupakan pilihan ke sekian. Meski begitu, jangan anggap remeh atau menyamakan semua motor Honda sebagai motor bapak-bapak lho. Mungkin cuma motor Honda sini yang begitu. Tapi kalo di luar, busyet ... motor merk Honda disegani juga oleh motor merk lain. Kenapa ? Soal lari kencang tak kalah, model juga tak malu-maluin.

Ayo kebet jawara yang satu ini. Mata saya tak bisa lepas dari sosoknya yang macho. Ini motor pernah nongol sebentar di sini dan berstatus impor. Sampai sekarang kalo mau juga masih bisa pesan, tapi lewat importir umum. Dulu diimpor oleh AHM dan disediakan kepada peminat dengan harga nyaris sama dengan sebuah Kawasaki Ninja saat itu yang berbanderol 20 jutaan. Orang 'waras' dan bukan fanatik atau hobbies, sudah pasti memilih Kawasaki Ninja yang lebih jantan kemana-mana dan idola banyak anak muda saat itu. Kesulitan spare part juga sempat menimpa Honda Nova Sonic saat itu. Cari businya aja perlu keliling dunia, walah ..... lagu lama. Belakangan, Honda Nova Sonic lenyap begitu saja dari cerita. Meski begitu, klubnya pernah terbentuk.

Sekarang, AHM tengah cemberut karena digoyang Yamaha terus. Motornya pun tak bisa-bisa masuk ke hati anak muda penyuka tampilan jantan dan performa gahar. Mau dinamai Revo, tetap saja dicuekin dan dilirik sebelah mata. Sekali waktu, petinggi AHM yang baru pernah berujar, " Suatu saat, kami akan bikin motor yang tak pernah terbayangkan sebelumnya !". Agak mustahil bila motor tersebut benar-benar fresh keluar duluan di sini tanpa melalui Thailand. Paling dekat, ya coba lirik ke Honda Thailand sana ... punya motor apa saja yang kira-kira bakal 'diterjemahkan' sama AHM untuk pasar lokal.

CBR 150 ? Hmm ... ini motor setanding untuk 'melipat' Yamaha V-Ixion supaya nggak geer. Kalah-kalahnya cuma karena CBR belum berinjeksi ria. Soal klep, CBR 150 sudah DOHC sedangkan V-Ixion 'baru' SOHC dengan 4 klep. Banyak orang yang menunggu-nunggu dan berharap-harap cemas, apakah AHM bakal mengeluarkannya di sini. Bisa jadi ! Cuma pertanyaannya lagi, mau dibanderol harga berapa kalo dibikin sama AHM ? Taruhlah jadi dibuat secara lokal, harganya pasti lebih mahal dari V-Ixion. Sudah cerita lama bahwa motor AHM berharga irrasional, hehehe. Padahal teknologinya masih tradisional. Apalagi yang versi mutakhir seperti CBR 150 ? Dari namanya saja sudah 'serem', CBR ... mengusung nama generasi motor balap Honda lho.

Balik lagi ke si bebek jantan bergaya ayam jago. Jika dibuat di sini, bakal perang langsung dengan Jupiter MX dan Satria FU. Boleh dibilang pesaing langsung tidak ada. Bebek 125 cc yang ada, bukan lawan dari si Sonic yang bukan landak itu. Paling banter, perangnya dengan Satria FU yang sama-sama pejantan tangguh. Tapi Satria FU menang kapasitas meski kalah karena 'ketinggalan' ber-radiator meski sudah DOHC. Dengan MX, Sonic menang penampilan yang sudah ayam jago. Di luar itu, teknologinya kalah juga dari MX. Bersenjatakan mesin konfigurasi tegak, 125 cc dan liquid cooled - seolah mengambil celah pasar di antara Jupiter MX dan Satria FU bukan ? Perlengkapan perang lainnya tergolong standar untuk ukuran bebek jantan : kopling tangan, velg racing, knalpot bergaya racing dan rem cakram belakang.

Masih menjelaskan identitas bahwa ini adalah motor sayap kepak, tak ketinggalan teknologi CECS yang diperkenalkan oleh Honda Karisma pertama kali di pasar lokal serta SASS yang dibawa Honda Supra X 125 pertama kali juga turut dipasang. Belum cukup ? Shutter key juga merupakan kelengkapan standar. Ini ciri dari motor Honda yang sekalipun bergaya racing tetap tak lupa terhadap kelengkapan fitur. Jangan lupakan juga, sudah menggunakan aki kering.

Jika bicara teknologi, Sonic tampaknya masih harus melawan MX dan FU dengan DOHC-nya. Tapi untuk soal penampilan, boleh jadi Sonic melewati MX dan berjumpa dengan si bebek monster, Satria FU. Siapapun lawannya, kehadiran Sonic (seandainya) jelas bakal mencabik-cabik predikat bahwa Honda motor yang susah diajak bergaya racing betulan. Selama ini, motor Honda kebanyakan menganut gaya turing kan ? Selain itu, Sonic bakal merobek-robek anggapan bahwa motor Honda sulit diajak kencang. Performa yang diusung Sonic, jelas tidak malu-maluin. Kalaupun kalah dari MX dan FU, sepertinya masih bisa ditolerir. Kapasitasnya aja udah berkata demikian. Tapi belum tentu juga kalah seperti Vega membabat Supra Fit atau New Smash menahan tawa atas Fit S. Di atas kertas, teknologinya masih setaraf lho. At least, tarafnya jelas di atas bebek-bebek 'kuno'.

Inilah bebek modern yang semestinya diperhitungkan baik-baik oleh AHM untuk dilaunching di sini. Belajar dari kesalahan tempo dulu, mestinya soal harga adalah kendala pertama yang kudu dilewati. Mau dibanderol berapa jika nongol ? MX kisaran 15 jutaan, FU ada di kisaran 17 jutaan. Eit, jangan lupakan juga soal ketersediaan sparepart. Reputasi AHM sebagai pabrikan nomor satu di Indonesia, sering kali tercemar dengan kelangkaan sparepart. AHM juga kudu serius dalam menggarap Sonic supaya jadi icon AHM yang baru (bukan Supra injeksi yang kurang laku itu). Jangan seperti Honda NSR yang sekedar menaikkan gengsi bahwa Honda juga bisa bikin motor 2 tak.

Bila hal-hal tersebut dapat diatasi, saya yakin Sonic akan berbuah keberhasilan. Apapun yang disodorkan oleh AHM, masyarakat kita (terutama para penggila merk sayap kepak) akan melahapnya. Anak muda yang anti produk AHM pun saya percaya bakal melirik Sonic karena tampangnya yang macho dan teknologinya yang 'lain dari lainnya' (sesama motor AHM). Jalan menuju perubahan image dari motor bapak-bapak ke motor anak muda, semestinya terbentang lebar lewat Sonic. Paling penting, supaya nggak ditoyor melulu sama kompetitornya, AHM kudu memikirkan jalan keluar yang paling spektakuler dan bukan sekedar make over produk lama jadi kelihatan baru atau sibuk bikin nama / nambahin nama 'Revo' di produk-produknya doang. AHM harus bermain 'cantik'. Dan salah satu caranya, boleh jadi dengan bikin 'Sonic'.

Salam Sonic,
Tok

Foto : www.aphonda.co.th

Menyimak Yamaha X1R


Ini motor sudah lama beredar sebetulnya di Thailand. Merupakan pengembangan lebih lanjut dari dua spesies bebek Yamaha Siam, Yamaha X1 dan Yamaha Spark 135. Yamaha X1, boleh dibilang adiknya Yamaha Spark Z atau di sini disebut Yamaha Jupiter Z. Sedangkan Yamaha Spark 135 merupakan nama Yamaha Jupiter MX di Thailand.

Kenapa dibilang merupakan pengembangan lebih lanjut dari dua spesies bebek tersebut ? Basis X1 mengambil bentuk bebek tanpa sayap dan lampu buta. Lampu ala Yamaha R1 atau Nouvo Z, diaplikasi di tebeng depan. Ini merupakan ciri khas dari varian X1 yang membuat banyak hati anak muda sini kepincut dan berharap Jupiter Z bakal dikawal X1 (atau Jupiter X) untuk pasar lokal. Sayangnya, Yamaha Indonesia emoh ambil resiko seperti Suzuki yang jeblok jualan Arashi yang setipe dengan X1 modelnya. Sedangkan disebut pengembangan dari Spark 135 karena generasi X1R sudah meninggalkan mesin 110 dan mengusung mesin setipe dengan Spark 135. Jadi buat yang jenuh dengan model Spark 135, bisa memilih X1R sebagai alternatifnya. Toh mesinnya sama. Paling banter beda di sistem pasokan bahan bakar. Spark 135 sudah punya versi injeksi, sedangkan X1R masih menggunakan karburator.



Secara bentuk, X1R memang agak nyeleneh terutama di sektor depan. Seolah dipaksakan oleh Yamaha untuk menggunakan setang telanjang model jepit. Panel meter diberi desain baru dan dilengkapi dengan tudung atau cover. Yang bikin jelek, tudung atau cover ini jatuhnya jadi menjorok ke arah depan dan seolah mau jatuh. Tabrakan dengan lekuk desain tebeng depan yang sudah berlampu ala Nouvo Z.


Di banyak sektor, X1R rasanya masih sama dengan Spark 135. Ciri khas motor secara keseluruhan juga masih menampakkan kesan X1 yang minus sayap sehingga membuat motor terlihat ramping dan cakep. Meski Spark 135 atau Jupiter MX juga tidak bisa dibilang bersayap, tapi di X1R bagian ini memang dibuat lebih ramping. Lampu belakang juga tetap berkesan lampu X1 110 dengan sistem led dan desain fresh. Penambahan fitur lain seperti baik versi velg SW maupun CW kini dilengkapi dengan rem cakram di roda belakang.


Yamaha X1R, terus terang menurut saya pribadi, desainnya agak kontroversial dan tidak umum. Barangkali Yamaha Indonesia pun bakal mikir-mikir jika ingin mengeluarkan X1R di sini lantaran bentuknya yang cukup nyentrik. X1 lama malah mungkin lebih bisa diterima. Toh tetap saja Yamaha Indonesia males ngeluarinnya. Nah, apalagi X1R yang punya desain lebih revolusioner ini. Ditambah dengan keadaan bahwa peminat Jupiter MX masih cukup banyak dan orang belum bosan, rasanya X1R di Indonesia seperti jauh panggang dari api untuk nongol.

Barangkali malah lebih mungkin bila beberapa bagian X1R yang dicomot untuk dipasang di New Jupiter MX jika Yamaha Indonesia memang mau me-revo si MX. Jupiter MX yang ada ditambahi part seperti penambahan rem cakram belakang dan lampu belakang sistem baru. Paling jauh, lampu depan ala Nouvo Z yang bakal bikin tampilan makin garang. Adopsi panel spidometer X1R juga bisa saja diaplikasi, tapi tetap tidak menggunakan tudungnya alias batok lampu (yang kini buta) tetap mengusung model Jupiter MX. Setang juga tetap sama, tidak ikut-ikutan mengadopsi setang jepit X1R. Wow, Jupiter MX bakalan tambah sip tuh.

But, who knows ? Mungkin saja suatu saat X1R bakal nongol di sini.

Salam X1,
Tok
Foto : http://www.yamaha-motor.co.th



Wednesday, July 11, 2007

Menembus batas pertarungan


Saya aslinya kurang begitu suka sepak bola. Baru nonton acara bola di tipi kalo saat Piala Dunia saja. Tapi gelegar Piala Asia kali ini rasanya bikin saya tertarik juga. Partai pertama, Indonesia vs Bahrain, sekalipun tak nonton dari depan, saya ikuti mulai dari 1/2 babak kedua. Seru juga kalo nonton bola ada yang kepingin dilihat atau ada misinya. Misinya yaitu melihat apakah tim merah putih mampu menang melawan Bahrain, hehehe. Eh, malah keterusan kemarin. Setelah habis, lanjut ke Global TV untuk partai kedua, China melawan Malaysia. Wuh, kesebelasan China bermain cantik. Levelnya jelas terlihat beda dengan tim merah putih. Mudah-mudahan tim merah putih bisa lolos bila nanti jumpa dengan kesebelasan China.

Tapi sekarang, bukannya mau ngomongin bola karena saya betul-betul bego betulan kalo ditanya soal bola. Yang menarik saya saat menyaksikan siaran tersebut adalah munculnya spanduk bertulisan 'YAMAHA' di sisi lapangan. Berdampingan dengan sponsor lain seperti SAMSUNG dan lain sebagainya. Saya kurang begitu peduli terhadap sponsor SAMSUNG seperti apa hubungannya antara sepak bola dan barang elektronik. Tapi jika muncul nama Yamaha di sana, sudah tentu saya kepingin tahu juga ... mau ngapain sih ? Apa hubungannya motor dengan sepak bola ?

Yamaha terus mendobrak dan tak berhenti bikin gebrakan. Pergerakan pabrikan yang satu ini membuat kompetitornya terlihat lamban. Setelah akhirnya berhasil mendongkel AHM di posisi satu setelah sekian puluh tahun (meski akhirnya melorot lagi), tak membuat Yamaha puas. Pertempuran sengit meraih pasar masih terus terjadi. Masih segar dalam ingatan saya ketika AHM meluncurkan Honda Revo. Tak lama kemudian, Yamaha kembali bikin 'ulah' dengan menyindir Honda Revo lewat iklannya. Lebih lincah dari Jupiter Z ? Lebih murah dari New Vega R ? Lebih kencang dari Jupiter MX ? Lantas, apanya yang baru ? Tampilannya doang ! Jelas sekali ini iklan main tembak langsung ke Honda Revo - sebuah karakter khas dari Yamaha kalo bikin iklan yang kadang semau gue dan kadang kurang etis.

Yamaha bukan cuma jago bikin motor yang banyak membuat anak muda kesengsem. Yamaha juga tak cuma pandai membuat iklan yang nyentil, nyeleneh dan menghibur. Yamaha sepertinya belum puas dan kepingin memikat hati orang lebih banyak lagi. Sasarannya pun bergeser dan bukan cuma di dunia otomotif. Sepak bola pun dijadikan ladang baru yang digarap. Ladang yang sangat menjanjikan karena siapapun tahu betapa besar pesona dunia sepak bola bagi umat manusia. Yamaha ikut memeriahkan euforia AFC 2007 dengan menggelar Festival Sepakbola Yamaha 2007 yang diselenggarakan di beberapa kota besar di Indonesia dan diikuti oleh lebih 30 tim-tim sepak bola sekolah dasar. Pemenangnya akan menjadi 'escort kids' pada AFC 2007, sungguh sebuah hadiah yang luar biasa berkesan tentunya.

Meski jelas ini adalah sebuah bentuk promosi, tetap saja ada nilai positif dari keterlibatan Yamaha di sini. Saya kira sebagai salah satu jagoan besar di dunia otomotif, ini merupakan sebagian dari tanggung jawab sosial Yamaha kepada masyarakat. Menumpang event AFC 2007, Yamaha mencoba melakukan upaya pembinaan terhadap dunia sepak bola tanah air sejak usia dini lewat festival yang digelarnya. Ini sebuah langkah yang cerdik, bermisi sosial sekaligus promosi yang luar biasa. Jika berhasil, setidaknya ada beberapa ratus anak cilik yang sudah 'ditanam' image Yamaha dan akan diingatnya sampai dewasa.

Tak cuma sepak bola, Yamaha juga melirik dunia musik. Wajar kalo yang ini, mengingat Yamaha juga punya divisi musik. Lewat campaign Free Your Soul, Yamaha mencoba menggebrak kreatifitas kawula muda pecinta musik untuk menunjukkan kebolehannya. Para grand finalis akan merekam lagu karya mereka dalam sebuah album kompilasi berjudul Yamaha Free Your Soul dan bakal diedarkan. Luar biasa. Yamaha mengerti bahwa musik adalah bahasa universal ... hampir sama dengan sepak bola yang juga memiliki sifat universal. Dengan 'berpromosi' di dua dunia yang universal ini, image Yamaha akan tertanam lebih kokoh.

Langkah Yamaha Indonesia boleh dibilang mengikuti jejak Yamaha Thailand yang lebih antusias dan kreatif serta lebih dulu 'main-main' di dunia lain selain otomotif. Jika sasaran mereka adalah anak muda, tentu dunia anak muda yang harus pula dimasuki supaya brand image-nya makin santer. Musik dan sepak bola, anak muda mana yang tak suka ? Jadi bila Anda masih tak mengerti hubungannya antara motor dengan sepak bola atau musik, Anda perlu belajar kepada Yamaha yang jeli melihat peluang yang ada dan pada akhirnya nanti akan membawa pertarungan antar pabrikan motor menembus batas yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.

Break the rules, bond the ties !

Salam bola,
Tok
Foto : www.afcasiancup.com

Vario aspal bikin kepala gatal


Mendadak terdengar kabar bahwa Honda Vario dilanda kasus lagi setelah kasus recall yang menghebohkan itu. Kali ini, kasus yang menimpa semplakan Agnes Monica ini tergolong bukan teknis melainkan non teknis yang menjurus ke unsur penipuan konsumen. Beli Vario CW, dikasihnya Vario SW (jari-jari). Lagi-lagi konsumen yang lengah yang dirugikan. AHM pun sempat ikut dihujat dan dianggap lepas tangan.

Seperti pada umumnya, sebuah tipe motor kerap diluncurkan dalam dua varian velg : Casting Wheel / velg racing dan Spoke Wheel / velg jari-jari. Tujuannya untuk memberikan alternatif pilihan kepada masyarakat calon pembeli. Kalo dananya minim, boleh bawa pulang yang SW. Perbedaan banderol antara SW dan CW bisa mencapai selisih satu jutaan rupiah. Kalo keburu nyesel ambil SW dan ingin menyulap semplakan bak CW, silahkan berburu velg racing asli tadi. Namun jangan kaget kalo dibeli sistem ketengan, harganya lebih mahal dari perbedaan harga satu motor SW dan CW. Antara varian SW dan CW biasanya juga terdapat perbedaan minor. Paling kentara biasanya adalah corak grafis / stripping dan pilihan warna yang tersedia.

Pada kasus Honda Vario, varian CW terbukti lebih banyak dipilih dan disukai orang. Hal yang sama berlaku juga untuk skutik merk lain di mana rata-rata varian CW lebih diminati. Pilihan warna favorite untuk Honda Vario CW biasanya merah-hitam dan pink. Merah-hitam dianggap sebagian orang merupakan 'lambang' Honda seperti halnya 'biru' adalah milik Yamaha dan 'hijau' merupakan hak-nya Kawasaki. Saking larisnya warna favorite ini, AHM pun kelabakan memenuhi permintaan. Suplai dari vendor jadi tidak cukup sehingga timbul indent berkepanjangan. Di sisi lain, penjualan varian SW jadi seret sedangkan jumlah stoknya lebih banyak. AHM mengambil keputusan untuk menggandakan warna favorite tadi ke dua lini produksi Vario yaitu SW dan CW. Sehingga, untuk pertama kalinya ada varian SW dan CW yang sama persis (minus di velg tentu).

Tujuannya sebetulnya mulia dan menyenangkan semua pihak. Jualan jadi lancar, AHM juga tidak rugi di varian SW, konsumen pun bisa mengambil varian SW dengan kelir CW yang diminati dan tinggal beli velg racing doang di pasaran. Harganya jauh lebih murah dibanding boyong varian CW asli jika velg racing yang dibeli bukan yang orisinal. Toh perbedaan kualitas velg racing orisinal dan variasi rasanya makin tipis. Ada yang beranggapan kekuatan velg racing orisinal pabrikan lebih mantep, itu betul. Tapi jangan lupa, velg racing pabrikan cuma lisensi dari pabrikan Jepang sedangkan buatannya tetap lokal tuh. Soal kekuatan, yah tergantung dari cara memperlakukannya juga bukan ? Kalo sering hajar lubang atau off-road, velg racing orisinal juga minta ampun kalee.

Di sini oknum dealer mulai bermain. Perbedaan harga yang cukup signifikan antara varian SW dan CW membuat dealer nakal memainkan kartu dan mencoba mencari keuntungan tambahan. Umpama sampeyan beli Vario CW, ujung-ujungnya dikasih varian SW yang diganti velg-nya. Dealer menangguk untung lebih karena ente bayar tuh Vario aspal (Vario SW 'plus') dengan harga Vario CW. Sampai saat ini saya masih mencoba mencari tahu, velg apa yang dipasang si dealer tengil ke Vario aspal tadi. Apakah velg racing orisinal milik varian CW ? Rasanya tak mungkin karena suplai vendor juga ngepas untuk line up produksi Vario CW di pabrik. Tapi jika mungkin saja, itu berarti harga velg racing orisinal tersebut buat si dealer tak sebesar perbedaan harga Honda Vario SW dan CW. Paling gila bila dipasang velg racing aspal juga. Dealer makin untung gede. Konsumennya yang meneketehe.

Apes. Tindakan sepihak yang merugikan pembeli ini keburu dicium media massa. Warning untuk lebih berhati-hati dalam membeli Honda Vario pun bergaung kencang. Pembeli yang tertipu, tak puas dan menuntut pertanggungjawaban. Pihak AHM yang dimintai keterangan menjelaskan bahwa hal ini di luar tanggung jawab pabrikan. Toh pabrikan tetap 'jujur' dalam memproduksi kedua varian tersebut. Masalahnya ada di jalur distribusi dan manajemen dealer. Paling banter, AHM akan menindaklanjuti masalah ini secara internal untuk perbaikan di masa depan. Tapi untuk ganti rugi ke konsumen, rasanya sulit juga. Tinggallah konsumen marah-marah ke dealer dan minta ganti rugi. Entah bisa, entah tidak mengingat dealer 'manis'-nya kalo lagi jualan saja tapi tutup mata dan telinga bila konsumennya bicara.

Kasus seperti Vario aspal begini memang bisa bikin kepala gatal ! Saran saya, sebelum ada konfirmasi lebih lanjut dari pihak berwenang dalam kasus ini, entah itu pabrikan atau siapa saja, kepada para calon pembeli Honda Vario CW agaknya lebih harus berhati-hati. Lebih baik membeli di dealer yang memiliki reputasi baik dan terpercaya. Kasus Vario aspal ini seolah semakin mengganjal AHM dalam misinya memusnahkan dominasi Yamaha Mio. Ada-ada saja memang.

Salam gatel,
Tok
Foto : www.wahanaartha.com

AHM ogah turun balap ?


Melihat Kanzen yang berani turun ke arena balap tanah air, sontak publik melirik pemain besar lainnya yang hingga saat ini baru sebatas penjajakan saja di dunia balap. Ya, berbeda dengan nama besar Honda di dunia balap, AHM selaku pabrikan motor Honda di Indonesia tampaknya masih malu-malu untuk ikutan main. Nggak berani atau justru sebuah strategi ?

Agak sulit menerka-nerka pemikiran petinggi AHM yang punya kuasa untuk ketok palu apakah AHM akan ikut serta atau tidak. Jika dulu arena balap dikuasai Yamaha dan Suzuki, boleh jadi karena motor 4 tak saat itu belum dianggap kuda besi pacuan yang asyik untuk dilihat dan punya nilai jual. Wajar jika AHM yang lebih konsen ke produksi massal motor 4 tak tidak menganggap arena balap sebagai ladang promosi yang harus digarap. Sementara Yamaha dan Suzuki, belasan tahun membangun citra sebagai motor kencang ala anak muda, mulai memetik hasil belakangan ini. Citra mereka sebagai pelaku balap, banyak bikin orang kesengsem dan tak ragu untuk memilih. Memang sejatinya dunia balap bukanlah ibarat kita makan cabe yang langsung terasa pedasnya. Perlahan tapi pasti, image pabrikan terdongkrak. Sekalipun Yamaha dan Suzuki dulu dipecundangi oleh Honda di arena balap GP, tetap saja di Indonesia diakui sebagai motor kencang.

Ketika belakangan semua pabrikan main 4 tak dan AHM mulai kerepotan diserbu Yamaha, muncul sedikit usaha dari AHM untuk juga ikutan membangun citra lewat dunia balap pasar senggol. Apalagi secara teknologi dan kesiapan, mesin 125 cc mereka tak jelek-jelek amat dan diyakini banyak pihak mampu bersaing. Lewat perwakilan main dealer atau dealer yang disupport pabrikan (katanya), beberapa motor Honda mulai ikutan bersaing melawan merk lain. Meski sempat kampiun, toh orang masih menunggu sepak terjang nama Honda yang sesungguhnya .... tim pabrikan. Tapi sampai sekarang, AHM belum juga bergeming untuk lebih serius dengan membentuknya. Beda dengan Kanzen yang disupport oleh manajemen tingkat atas dan atas sekali, AHM belum kedengeran kabarnya. Tampaknya mereka lebih serius untuk menggarap One Make Race Honda.

Seingat saya, ada dua tim road race yang mencoba 'memancing' AHM untuk memberikan support. Yang pertama tim balap Benny Djati dengan pembalap Rafid Poppy yang sempat juara nasional dengan Honda Tena dan kedua tim BRT gawean Tommi Huang yang konsisten mengorek mesin 125 cc Honda dan belakangan terkenal sebagai produsen racing part lokal untuk mesin Honda. Toh AHM tetap cuek dan membiarkan tim ini fight atas nama sendiri. Benny Djati akhirnya dipinang Yamaha dan sampai kini masih merupakan momok bagi tim lawan. Teknologi klep besar dan aneh-aneh lainnya yang sampai sekarang merupakan resep motor 4 tak kencang, lahir dari usahanya. BRT sekarang malah disponsori oleh Indoparts yang identik dengan Suzuki (Indomobil) sekalipun Indoparts ini juga menyediakan komponen after market untuk merk lain seperti Astra Otoparts.

Tak sulit sebetulnya untuk menjadikan Honda kampiun di arena pasar senggol. Tak seperti Kanzen yang harus berlari marathon mengejar ketinggalannya, AHM seolah punya kuasa dewa untuk mempersingkat waktu. Seperti yang pernah saya dapatkan informasinya, selama manajemen AHM mau dan serius, HRC yang terkenal sableng itu pun bisa dimintai tolong untuk bikin motor Mandra jadi gila mendadak. Resources Honda dan HRC, tak perlu diragukan lagi. Bikin yang tak mungkin jadi mungkin, itu salah satu kebisaan dan kebiasaan mereka. Sekalipun dianggap mulai keok gara-gara dipecundangi Yamaha di balap MotoGP, toh faktor kekalahan Honda lebih karena sosok Valentino Rossi yang membalap lebih dari 100 % kekuatan motor. Honda kalah di sektor pembalap ! Bukan di soal motor. Ilmu Honda sebagian dicuri Yamaha karena mekanik Jeremy Burgess juga ikutan diboyong Rossi ke Yamaha.

Ada analisa bahwa AHM sebetulnya tengah memasang perangkap bom waktu. Tak terdengar kabar untuk membentuk tim pabrikan, tapi diam-diam melakukan riset melalui tim Honda yang terjun ke balap. Dari sini, data dikumpulkan dan ditindaklanjuti. Jika waktunya pas, AHM akan menggoyang publik dengan motor Honda yang sudah siap tanding melawan Yamaha dan Suzuki. Dengan kata lain, AHM masih menunggu momen yang pas untuk tiba-tiba bikin kaget semua orang. Sinisnya, ogah malu dan lebih baik diam-diam saja dulu. Jika anggapan ini benar, itu berarti HRC belum turun tangan dan AHM masih mengandalkan kemampuan orang sendiri untuk meriset motor.

Apapun itu, dunia balap serasa belum lengkap bila nama Honda tak ada di sana. Lewat motor-motor produksi mereka yang kini makin fashion dan identik dengan selera kaum muda yang memang merupakan pasar yang mereka bidik, semestinya AHM mulai melirik dan menaruh perhatian lebih serius kepada dunia balap - sekalipun itu cuma pasar senggol. Barangkali keder karena tak memiliki penjenjangan seperti Yamaha mengantar Doni Tata ke kancah MotoGP, AHM seharusnya tetap maju dan mencoba terlebih dulu. Toh Suzuki juga belum memiliki rencana penjenjangan seperti Yamaha dan sering kalah motor di balapan, tapi tetap konsisten membangun citra dan bikin semarak balap tanah air.

Jangan hanya safety riding yang digelindingkan (dan sekarang akhirnya jadi trade mark milik Honda), tapi juga citra di dunia balap. Sumbangsih terhadap dunia otomotif tanah air, sepertinya juga merupakan tanggung jawab sosial setiap pabrikan motor. Kalo pabrikan males, bagaimana dunia otomotif kita mau maju bukan ? Ditunggu kiprahnya segera, Pak. Bila tidak, jangan berani-berani bilang motor Honda juga motornya anak muda. Jauh, boss !

Salam balap,
Tok
Foto : www.astra-honda.com

Friday, July 6, 2007

Matik calon tak berkutik ?


Beberapa bulan yang lalu, saya dan istri berkunjung ke Yogyakarta untuk nyekar ke makam ibu mertua saya. Namanya hobi, bukan pemandangan di kota pelajar yang saya nikmati. Melainkan motor-motor yang berlalu lalang di sana. Makanya yang jadi istri saya bahagia deh. Suaminya bukannya doyan cuci mata cewek cakep, tapi doyan liat motor cakep. Hehehe. Suatu ketika, saya dan istri sedang dalam sebuah taksi menuju hotel tempat kami menginap. Sepanjang jalan, saya asyik menikmati motor-motor yang lewat.

Hmm ... ini 'negara'-nya Honda kayaknya. Banyak sekali motor Honda bebek di sini dan uniknya, motor Honda bebek tahun lama seperti Honda Grand dan Honda Prima juga masih banyak berkeliaran di jalan. Masih lumayan rapi dan terawat lagi. Ck ... ck ... ck ... sebuah bangunan besar Honda 3S yang saya jumpai di sebuah tepi jalan seolah menegaskan bahwa Yogyakarta dikuasai oleh Honda. Merk lain juga ada. Yamaha dan Suzuki kayaknya lebih banyak Suzuki. Maklum deh, ini juga 'negara'-nya Dewa Road Race Hendriansyah yang merupakan pembalap Suzuki. Meski begitu, ada juga sebuah bangunan megah milik Yamaha yang saya lihat. Lainnya lagi, saya sempat berpapasan dengan dua Kawasaki Kaze ZX 130.

Entah benar atau tidak, saya agak jarang menjumpai motor matik di sini. Lihat Mio cuma sesekali saja. Vario yang milik Honda juga sama. Spin malah tak pernah saya jumpai selama di sana. Saya iseng ceritakan soal ini sama istri di mobil taksi yang kami tumpangi tadi. Dia mengangguk dan seolah menyadari pula motor matik yang populasinya sepertinya belum begitu banyak.

"Wah .... motor matik ya ... saya nggak yakin tuh ..." kata si supir taksi tiba-tiba. Dia rupanya mendengarkan pembicaraan kami. Tertarik dan naluri wartawan gadungan kumat, segera saya 'uber' maksud dari pernyataannya tadi ke si supir.

"Saya kira nggak bakalan bertahan lama motor itu, Mas .... Itu motor kalau sudah rusak atau mogok, rasanya bakal lebih nyusahin. Belum semua bengkel bisa ngerjain motor matik. Ya, orang kita mungkin masih butuh waktu supaya dia (motor matik) itu bisa 'sejajar'-lah sama bebek," jawab dia sambil terus memperhatikan jalan. Istri saya memandangi saya dengan pandangan geli. Maklum, saya penyemplak matik. Sampai saat kami berdua turun pun supir taksi tadi masih asyik membicarakan kehebatan motor bebek.

Saya jadi berpikir lebih lanjut setelah mendengar ucapan si supir tadi. Dalam kurun waktu beberapa tahun belakangan ini, pasar motor matik memang berkembang pesat melebihi bayangan semua orang sebelumnya. Coba tanya anak muda deh sekarang, banyak juga yang menjawab pasti bakal memilih motor otomatis sebagai tunggangannya. Bukan lantaran semata-mata kepraktisan yang ditawarkan, tapi juga karena faktor fashion. Motor matik paling banyak pernak-pernik aksesori dan variasinya. Sedangkan untuk kalangan dewasa, motor matik jadi pilihan karena simpel dan praktis, mudah dikendarai dan enak buat membelah kemacetan di kota-kota besar. Kata siapa juga matik nggak bisa ngacir ? Racing part-nya banjir di pasar bahkan teknologinya juga makin aneh-aneh.

Sekian tahun lamanya motor bebek menjadi idola dan menyerap pasar paling banyak di tanah air. Tak heran bila pabrikan berlomba-lomba mengeluarkan berbagai macam varian motor bebek. Ketika Yamaha berhasil membuka samudra biru lewat motor otomatisnya, pabrikan lain mulai ikutan. Yang tadinya menyindir bahwa Yamaha tak bakal berhasil, terpaksa menjilat ludah sendiri dan mengganti omongannya bahwa pasar matik masih punya prospek berkembang pesat. Gairah segmen ini bertambah setelah Yamaha tak lagi main sendirian di sini. Makin banyak pilihan, pembeli yang sudah mulai teredukasi, harga yang relatif lebih murah dari jenis motor lain, tergolong barang 'baru' ... membuat pasar matik mendadak booming meskipun belum mengalahkan motor bebek.

Apakah dugaan si supir tadi benar ? Bisa ya, bisa tidak menurut saya. Ya, karena mungkin saja suatu saat orang mulai jenuh dengan matik. Kepraktisan yang ditawarkan memang memikat, tapi fakta bahwa tak semua orang kepincut dengan motor matik itu ada. Ada yang bilang naik matik rasanya seperti bukan naik motor, kurang 'berasa' gitu. Ada lho yang bilang begitu ke saya. Sebaliknya, tidak benar jika motor matik bakal tak berkutik karena tuntutan jaman yang mengharuskan semuanya lebih praktis dan lebih praktis lagi. Bisa saja justru motor bebek nantinya akan menjadi spesies langka karena dianggap tanggung. Motor sport malah yang mungkin lebih bertahan lama 'menemani' motor matik.

Apapun kemungkinannya, masih terlalu pagi untuk menilai bahwa motor matik saat ini cuma sekedar euforia yang bakal berlalu. Masih butuh waktu panjang untuk membuktikan semuanya. Terpenting lagi, betapa besar peran pabrikan dalam ikut menentukan segmen ini nantinya. Bila semuanya fokus untuk melahirkan spesies-spesies baru motor matik, tentu pasar akan semakin antusias dan bergairah. Terlebih motor matik juga bentuknya makin modern dan manis. Coba bila Yamaha mengeluarkan Fino selain Mio, New Mio dan Nouvo Z sementara Honda akhirnya menantang Yamaha lewat varian Air Blade bersama Suzuki yang mengeluarkan Hayate... wow .... prediksi bahwa matik calon tak berkutik tampaknya harus direvisi lagi. Setidaknya untuk beberapa tahun ke depan.

Salam matik,
Tok
Foto : www.bikerweb.com



Mimpi yang sempurna


Ini memang judul lagu yang membuat grup band asal Bandung - Peterpan ngetop seantero jagat Indonesia. Tapi cocok juga kalo disandangkan dengan pabrikan Kanzen sekarang ini. Seolah menghentak publik dan 'menampar' wajah pabrikan lain yang belum berani terang-terangan turun ke arena road race kendati sudah lebih dulu hadir di Indonesia, Kanzen mencoba untuk membuat gebrakan yang diakui banyak kalangan sebagai tindakan nekat, berani sekaligus cerdik : turun ke arena road race !

Dilihat dari sepak terjangnya selama ini, nama Kanzen seolah kurang populer bila dibandingkan dengan kompetitornya. Di kota besar seperti halnya Jakarta, rasanya sangat jarang dijumpai seorang mengendarai motor Kanzen. Di awal kelahirannya, Kanzen dicap sebagai motor Cina karena munculnya berdekatan dengan booming motor Cina saat itu. Perlahan mencoba menggerus citra sebagai motor Cina, Kanzen mengaku mengusung teknologi Korea dan dikembangkan oleh anak bangsa. Motor produksi mereka pun rasanya mirip-mirip dengan motor produksi AHM sehingga kesan motor Cina tak pupus dengan mudah. Kanzen mengambil langkah berani dengan menelurkan Taurus yang diyakini merupakan model yang dihasilkan oleh anak bangsa sendiri.

Gebrakan demi gebrakan terus dibuat oleh pabrikan satu ini. Mencoba keluar dari samudra merah - yakin bakal hancur bila mesti adu power dengan pabrikan lain yang sudah lumutan - Kanzen mencoba mengambil segmen motor penggaruk tanah dengan daerah penyerbuan di pelosok daerah-daerah yang kondisi jalannya memang belum semulus kota. Tak berhenti hanya sampai di situ, saat banjir besar melanda Jakarta, Kanzen lagi-lagi dengan sigap menangkap peluang yang ada. Penduduk Jakarta disodorkan Taurus yang disebut-sebut anti banjir lantaran memiliki desain knalpot dan mesin yang lebih tinggi. Iklannya juga makin menggebrak dan berani. Ya, Kanzen tak lagi diam dan duduk manis.

Gebrakan paling spektakuler pun akhirnya diluncurkan untuk memperkuat image Kanzen sebagai motor hebat dan bukan kacangan. Kanzen menyatakan turun gunung dan bertempur di arena road race tanah air yang selama ini dikangkangi dua merk saja : Yamaha dan Suzuki. Bukan sekedar simbolik atau alih-alih promosi jangka pendek, keseriusan Kanzen untuk turut berpartisipasi patut diacungi jempol. Merekrut mekanik muda bertalenta yang sebelumnya kenyang malang melintung di arena road race, Ardiansyah, cuma merupakan contoh kecil keseriusan pabrikan berlogo K ini. Manajemen atas Kanzen pun terlihat antusias dan serius mendukung langkah Kanzen turun balap dengan membentuk Kanzen Racing Team yang dikemas secara profesional.

Publik pun melongo dan melotot. Dengan volume penjualan yang relatif 'bukan apa-apa' bila dibanding pabrikan raksasa lainnya, dengan motor yang lebih mirip motor Honda jadul ketimbang kompetitornya yang sudah bertaji, pabrikan ini tak gentar untuk bersaing. Bahkan berani menanggung resiko dan paling penting berani malu untuk kalah ! Tapi haruskah Kanzen ditertawakan dan dianggap mimpi di siang hari oleh kita semua ?


Saya kira tidak.

Langkah berani yang ditempuh Kanzen terbukti banyak mendapat simpati dari berbagai kalangan. Beberapa pembalap senior pun menyatakan salut atas keseriusan dan keberanian manajemen Kanzen untuk ikutan balap. Kompetitornya pun tidak terdengar suara ketawanya. Bukan berarti takut, barangkali takjub ditantang oleh 'anak kemarin sore'. Bukan pula menganggap enteng, karena keseriusan Kanzen seolah makin menggila ketika pabrikan Kanzen siap mengubah spek mesinnya menjadi 'square' yang diyakini ideal di pasar senggol. Bukan cuma dibuat pabrik untuk keperluan balap saja, konon spek mesin ini yang bakal diproduksi massal. Dengan kata lain, Kanzen menjadikan balap sebagai tolok ukur riset sekaligus promosi.

Dunia balap merupakan dunia yang dinamis dan sportif. Siapa saja boleh ikut asalkan berani memikul segala resikonya. Dunia balap, sekalipun itu cuma pasar senggol, sama sekali bukan dunia yang murah. Kanzen harus menempuh perjalanan panjang secara marathon dan pastinya tak sedikit harus mengeluarkan dana. Seserius apa Kanzen 'kecemplung' di dunia ini ? Sekuat apa 'nafas' dari Kanzen dalam bertarung ? Kita lihat saja nanti perjuangan Kanzen dalam mewujudkannya menjadi sebuah mimpi yang sempurna. Sukses tidaknya, tetap upaya Kanzen berikut komitmen seluruh tim manajemennya harus diacungi jempol karena sebagai pabrikan yang mengatasnamakan 'anak bangsa' ini berani fight dengan pabrikan Jepang !

Salam Kanzen,
Tok
Foto : www.otofinance.co.id

Wednesday, July 4, 2007

Shell vs Pertamina


Saya sedang terjebak macet di daerah Cempaka Putih sementara indikator bensin menunjukkan bahan bakar makin menipis. Antrian kendaraan panjang di depan membuat jantung empot-empotan. Perjalanan masih jauh dan hari sudah gelap, tak lucu bila mesti pakai acara kehabisan bensin segala. Jalan sedikit ke depan, saya menarik nafas lega. Sebuah SPBU Shell terlihat begitu megah di sebelah kiri jalan. Nyelip ke kiri dari antrian, saya arahkan motor memasuki SPBU megah tersebut.

Dalam hati berteriak norak, akhirnya gue nyobain juga ini bensin. Hehehe.

SPBU ini terlihat bersih dan luas. Berbeda dengan SPBU Pertamina pada umumnya, di mana pengendara motor harus rela antri panjang lantaran pompa bensin untuk motor biasanya cuma satu unit, di Shell sepertinya semua pompa bensin yang tersedia boleh untuk pengendara motor ! Ketika saya masuk, seorang petugas memberi isyarat dengan tangannya kepada saya untuk tidak mengantri di belakang tiga motor di sebuah pompa, melainkan untuk maju ke pompa berikutnya. Di belakang saya menyusul dua motor lagi mengikuti. Ketika saya turun dari motor, tepat di belakang motor kedua tadi, si petugas memberi palang - tanda akhir dari antrian. Kemudian dia memberi kode lagi kepada pengendara motor lain untuk mengisi di pompa-pompa lain yang masih kosong.

Saking luasnya SPBU ini, rasanya jadi terlihat sepi. Sambil memperhatikan sekeliling, saya mendapati bahwa kendaraan yang masuk SPBU ini bermacam-macam 'kelas'-nya. Tidak melulu motor bagus dan mahal atau mobil mewah. Tadinya saya pikir, SPBU ini tergolong eksklusif hanya diminati oleh masyarakat menengah ke atas saja mengingat harganya yang setara Pertamax. Tapi ternyata tidak. Selain mungkin mereka sama kepepetnya seperti saya yang tak mau kehabisan bensin, boleh jadi ini merupakan sebuah indikasi bahwa harga yang mesti dikeluarkan untuk seliter bensin Shell tersebut yang tergolong tidak murah, masih berani dibayar oleh orang kita. Kenapa ? Karena kita percaya bahwa Shell memberikan jaminan mutu yang baik dan terpercaya.

"Selamat malam, Pak .... Shell Super atau Super Extra ?" sapa si penjaga kepada saya dengan ramah. "Super saja." jawab saya sambil membuka tutup tangki bahan bakar. "Baik, Pak ... isi berapa ?" tanyanya lagi. "Dua puluh ribu deh," jawab saya sambil memperhatikan wajah si penjaga. Hmm .. masih muda, senyumnya tak lepas dari wajahnya. Ramah ! Keramahan yang rasanya cukup jarang dan mahal untuk bisa dijumpai di SPBU Pertamina kebanyakan. Apalagi kalo sampeyan nyemplak motor, huhuhuhuhu. Orang susah loe ! mungkin begitu pikirnya.

"Shell Super ... dua puluh ribu .... dimulai dari angka nol ya, Pak " tukas si penjaga sambil mempersilahkan saya melihat angka pada meteran pompa. Saya mengangguk dan motor saya pun mulai diisi. Hore, norak betul baru sekali ini isi bensin di Shell, hehehe. Iseng-iseng, saya tanya kepada si petugas, kenapa kita harus turun dari motor sekalipun kita mestinya tak perlu turun. Si penjaga menjawab dengan sopan, bahwa itu memang aturan dari pihak Shell demi keselamatan bersama. Penyebabnya bisa macam-macam, salah satunya listrik statis.

"Boleh ... boleh .... hebat juga Shell mikir sampai ke sana, " sahut saya. Si penjaga tersenyum. Prosesi isi bensin selesai, pompa dicabut dengan sangat hati-hati dan tidak main tarik hingga bensin ngocor kemana-mana. Di Shell, seolah setitik bensin sama berharganya dengan sebutir berlian. Si penjaga mengambil struk sambil mengucapkan terima kasih dan selamat malam. Semoga selamat sampai di tujuan. Busyet .... gemeter saya dengernya. Baru kali ini ada tukang pom bensin bilang begitu ke saya.

"Jika Bapak ingin mengisi angin, silahkan di sana Pak. Gratis," lanjutnya lagi. Saya mengangguk dan bergegas pergi. Melewati tempat isi angin yang dimaksud karena memang belum waktunya.

Sambil berjalan pulang, saya pikir rasanya motor lebih enak tarikannya. Ya iyalah .... bensin mahal, pikir saya geli. Jangan-jangan cuma sugesti karena sudah banyak orang yang bilang begitu ke saya. Lo isi bensin Shell, enak coy ! Tarikan mantap, lebih irit lagi ! Yeah, rata-rata sih pada bilang begitu. Tapi berhari-hari kemudian, cerita yang sering saya dengar itu rasanya betul juga. Setelah kembali ke bensin asal, Pertamax, motor terasa mengalami penurunan tenaga meski sedikit. Tapi cukup terasa. Saya juga sempat membandingkan secara feeling, bahwa bensin Shell memang membuat motor lebih irit. Tapi terus terang saja, tak pakai alat ukur yang pasti. Kesimpulannya, ya saya percaya deh sama cerita teman-teman saya itu.

Yang menarik perhatian saya bukan cuma performa dan efisiensi yang dihasilkan oleh bensin Shell itu saja. Tapi keramahan yang saya temukan dan kenyamanan yang saya dapatkan. SPBU yang megah dan bersih - pastinya enak kalo dijadikan tempat rehat pas turing - pelayanan yang luar biasa ramah tanpa pandang bulu (bulu kok dipandang, ada-ada saja), senyum pepsodent, kecepatan, kejujuran dan fasilitas. Sangat wajar orang merasa dihormati bila 'belanja' bensin di sana. Padahal motor juga isinya paling banyak juga tetap kalah sama jumlah bensin yang masuk ke tangki mobil. Tapi tetap dilayani dengan standar dan kualitas yang sama. Suatu hal yang cukup langka untuk bisa didapatkan pada SPBU milik Pertamina.

Rupanya ada semacam rongga kehilangan dalam diri sebagian besar orang pengisi bensin dari Amrik tersebut, yang berhasil 'dimasuki dan diisi' oleh Shell. Rongga yang selama ini terasa hampa dan tak pernah didapatkan sebelumnya. Jadi jangan heran juga bila banyak orang - tak peduli strata sosialnya bagaimana - kepincut dan akhirnya jadi pelanggan. Padahal harganya lagi-lagi tak murah juga di jaman resesi ini. Tapi orang tetap berani bayar ! Ini yang aneh sekaligus hebat. Padahal Shell di awal kemunculannya, pernah didera kasus bahan bakar yang tercampur air sehingga membuat kendaraan mogok. Tapi mekanisme internal-nya berjalan cepat dan taktis mengatasi masalah tersebut. Kepercayaan publik tak berkurang karenanya.

Begawan Marketing Indonesia, Hermawan Kartajaya pernah menulis teori mengenai hal ini. Kalau tidak ada saingan, konsumen 'dipaksa' menelan apa yang disediakan produsen. Produsen memiliki kuasa bak 'dewa' dan semau gue. Tapi begitu kompetitor muncul, stabilitas ini mulai terganggu dan produsen mulai kehilangan sedikit 'power'-nya. Arogansi produsen jadi turun dan tak bisa seenak jidatnya lagi karena sekarang pasar punya pilihan. Yah, kira-kira begitu teorinya. Teori yang bagus dan tepat, sesuai dengan keadaan saat ini di mana Pertamina akhirnya mulai berbenah juga lewat kampanye Pertamina On The Move. Tak ada salahnya terlambat, sing penting akhirnya sadar.

Barangkali, untuk urusan motorpun teori yang sama mulai berlaku. Dulu kalau mau irit dan 4 tak, pilihannya cuma motor Honda. Dan AHM pun girang bukan kepalang menguasai pasar selama puluhan tahun. Arogansinya mulai tumbuh dan berkembang karena bisa mendikte pasar lewat produk-produknya. Wong nggak ada saingan. Tapi sekarang di saat kompetitor juga mulai main 4 tak, AHM kelabakan juga akhirnya. Pasar tidak bisa didikte lagi seperti dulu, malah produsen yang sekarang giliran didikte. Situ mau bikin yang model begini gak yang disukai orang ? Kalo situ nggak bikin, ya situ nggak bakalan laku. Nah, berkaca pada Shell dan Pertamina, semestinya pula AHM mulai berubah. AHM On The Move-lah gitu. Kalau Pertamina yang notabene milik pemerintah saja sadar dan mulai berbenah, apalagi yang swasta dan berbau Jepun.

Masa nggak bisa ?

Salam bensin,

Tok
Foto : www.beritajakarta.com

Pulang ke rumah

Saya kira, saya memiliki hubungan emosional yang cukup kuat dengan motor Honda Karisma. Kendati motor ini berpredikat gagal, bagaimanapun juga saya selalu menghormatinya. Kadang bila di jalan, saya sering juga dipotong atau istilah saya "dimakan jalannya' oleh Honda Karisma. Biasanya saya diamkan dan tidak saya balas. Kalau motor lain, tergantung situasi. Kalo lagi kumat, biasanya tuh motor kembali saya balas di depan alias saya potong lagi jalurnya. Tapi hal ini tidak berlaku buat motor Honda Karisma yang selama ini motong jalan saya. Entah kenapa.

Saya juga sering berhenti di lampu merah dan berjumpa dengan Honda Karisma. Mau itu Karisma yang terurus atau tidak, biasanya saya selalu memperhatikannya juga si pengendara. Mata saya mencari-cari apakah ada stiker klub atau komunitas yang saya kenal. Pernah juga saya bertemu pengendara dari sebuah klub ketika berhenti berdampingan di lampu merah. Saya ulurkan tangan dan jabat tangan ala bikers. Si pengendara bertanya, " Dari klub mana, bro?". Lha, ini pertanyaan yang sering bikin saya keder, bingung dan malu hati. Akhirnya saya jawab, "Karisma". Sekarang gantian si brother yang bingung. Kenapa ? Wong saya nggak nyemplak Honda Karisma. Idih, ngaku-ngaku lo ! Hehehe.

Sudah lama rasanya saya tidak berkunjung ke acara kopi darat 'anak Karisma'. Kangen juga melihat brother-brother seperjuangan dulu, hehehe. Banyak dari mereka yang masih aktif hingga sekarang meskipun nasib dari Honda Karisma sudah tewas beberapa tahun lalu dan komunitas Honda Karisma sendiri sudah mulai tersengal-sengal. Tapi kebersamaan yang ada, silahturahmi yang terjalin dan brotherhood yang nyata membuat waktu dan kenyataan terasa tidak relevan. Buat saya yang kutu kupret, mereka selalu menjadi 'rumah' saya. Rumah yang selalu dikangeni.

Tunggangan yang berbeda ternyata bukan persoalan. Saya sudah datang ke acara kopdar dengan motor lain non-Honda Karisma. Yang ada, dikerjain ! Hehehe. Toh semua merupakan kekonyolan-kekonyolan kami dan tak lebih dari becandaan semata. Pada prinsipnya, motor apapun yang datang ke kopdar, selalu disambut dengan hangat. Kebersamaan itu indah ! Saya juga sering diledek 'selingkuh melulu dari Honda' tapi masih tetap diterima. Masih sering ngocol di milis, ngeledekin AHM melulu tapi tetap tidak di-moderate atau dikeluarin. Hehehe. Mungkin mereka maklum, emang dasar saya bebek sableng. Salah satu brother saya pernah bilang, "Dia mah naik apa juga hatinya tetap karisma". Sungguh kata-katanya begitu membekas di hati hingga hari ini, membuat saya terharu bila mengingatnya.

Saya jadi teringat perkataan Bimbim dan Kaka 'Slank' yang bilang, " Band itu ibaratnya rumah. Boleh kita solo karir, bikin ini, bikin itu, merealisasikan idealisme kita sendiri dan memuaskan ego pribadi ... tapi ingat untuk selalu pulang ke 'rumah'." Sebuah ungkapan yang sangat bagus. Bung Karno bilang, "Jasmerah" - Jangan sekali-sekali melupakan sejarah. Tidak akan ada hari ini bila tidak ada hari yang kemarin. Tidak akan ada bebeksableng, tidak akan ada Tok ... bila tidak ada Honda Karisma dan mereka itu semua.

So I guess, I'm coming 'home' this weekend.
Honey, I'll be late for dinner.....

Salam Honda Karisma,
Tok


Foto : world.honda.com, karisma_honda@yahoogroups.com





Tuesday, July 3, 2007

Honda Revo 125 ?


Ini asyiknya bikin blog. Bisa saling tukar informasi. Seperti informasi yang saya peroleh dari Kang Ayank bahwa Honda Revo nongol di Thailand dalam dua versi. Itu berarti, ada kemungkinan barangkali AHM bakal merilis Revo 125 mengingat Thailand selalu jadi acuan. Saya coba mencari tahu lebih banyak soal Revo 125 yang di sana diberi nama Honda Wave X 125. Terima kasih buat Kang Ayank yang masih rajin berburu motor di internet, hehehe.

Dan hasil penelusuran membuktikan kebenaran komen dari Kang Ayank. Honda Wave tipe X nongol dalam dua versi mesin. Mesin 100 cc dan 125 cc. Melihat perbedaan keduanya, rasanya tidak tampak dalam wujud body work alias sami mawon. Baik tipe 125 maupun 100 cc memiliki bentuk Honda Revo yang sama. Untuk spesifikasi mesin, Wave X 125 juga masih sama dengan Supra 125. Jadi, kemungkinan AHM bakal menggelontorkannya juga besar. Modalnya sudah ada dan AHM toh terkenal pandai meramu barang lama menjadi seolah barang baru.

Kalau hal ini ternyata menjadi kenyataan, yang menarik untuk disimak adalah label apa yang bakal diberikan AHM. Apakah tetap mempertahankan merk SUPRA yang disukainya sepanjang masa dan terbukti menghasilkan duit gede, atau malah mengorbitkan kembali nama Revo setelah Tiger Revo dan Honda Revo ? Jadi Supra Revo mungkin ? Mengingat Supra 125 sudah cukup lama beredar dan tanpa ubahan berarti dari segi bentuk (paling besar ubahannya adalah mesin injeksi di seri PGM-Fi), rasanya Supra 125 butuh gairah baru supaya tidak terlihat usang. Shogun 125 sudah berevolusi (bukan revo yang berarti total), Kawasaki malah sudah tiga kali merevisi produk 125 cc-nya. Yamaha tetap tidak main kelas 125 meski ada gosip Jupiter Z bakal dinaikkan kapasitasnya supaya tidak tabrakan dengan New Vega R. Tapi namanya gosip, belum tentu benar. Apalagi Yamaha paling males ikut-ikutan pabrikan lain dan resep ini terbukti berhasil mengatrol image serta penjualannya. Jupiter MX masih leading dan belum butuh body work baru. Paling muncul ide untuk diberi pasokan injeksi. Toh, V-Ixion juga sudah injeksi. Semestinya tak terlampau sulit.

Antara APHonda Thailand dan AHM juga memiliki perbedaan. APHonda terkenal lebih berani menggelontorkan mesin-mesin berteknologi canggih seperti CBR 150 yang digandrungi juga oleh orang kita meski harganya di sini kisaran 30 juta lebih. Atau Honda Sonic yang terus membara dan berganti-ganti edisi tapi tetap dipertahankan. APHonda juga lebih komit terhadap merk yang diusung. Bayangkan seri Wave, itu ada tipe S, tipe X, tipe I, tipe R. Tapi masih tetap menggunakan nama WAVE. Kalo di sini, nama Wave terjemahannya sudah macam-macam. Dan satu lagi, APHonda juga melengkapi produknya dengan part aksesori dan variasi yang tak kalah dari Yamaha. Kalo AHM ? Sampai saat ini belum juga kedengeran part aksesori OEM-nya. Atau jangan-jangan saya yang ketinggalan ?

Salam Wave,
Tok
Foto : www.aphonda.co.th by Kang Ayank

Rossi menang, Yamaha senang


Apa anehnya ? Ya iyalah kalo Rossi menang Yamaha pasti senang. Mana ada pabrikan yang tak senang pembalapnya berhasil menang. Tapi arti dari kemenangan Rossi lebih dari itu. Sebagai pembalap terbaik di masa kini, Yamaha cukup jeli untuk menyewa Rossi. Bukan hanya sebagai pembalap yang membela nama Yamaha di kancah balap dunia, tapi juga sebagai icon.

Musim 2007, diyakini banyak orang merupakan musim terberat yang harus dijalan kembali oleh Rossi. Di musim 2006, pada awal gelaran MotoGP, Rossi dihantui penyakit 'chatter' alias getaran berlebih pada tunggangannya. Kondisi ini baru membaik setelah beberapa kali seri digelar. Di musim yang sama, Nicky Hayden lewat konsistensinya berhasil mempecundangi Rossi untuk pertama kalinya. Kubu Honda pun bergembira. Ini wujud 'perang' antara Rossi vs Honda. Rossi menganggap Honda belagu, Honda mengganggap Rossi kepala batu. Dendam semakin membara setelah Rossi pasca perpindahan ke tim Yamaha berhasil menggondol dua kali gelar juara dunia. Nama Repsol Honda seolah kehilangan kharisma. Wajar banget bila kubu HRC sorak sorai menyambut kemenangan Hayden - meski publik menganggap itu hanya faktor keberuntungan. But win is always win, right ?

Kali ini, musuh Rossi bukan Hayden atau Pedrosa. Musuh Rossi adalah Stoner dan Ducatinya yang mirip monster. Tega melibas Rossi di home straight dengan mudahnya. Stoner pun ngetop lantaran memiliki mental yang cukup kuat untuk menahan gempuran Rossi. Tidak seperti Sete Gibernau atau Max Biaggi yang acap keder diteror Rossi, Stoner cukup tenang dan kalem. Pertarungan dua jawara ini yang membuat MotoGP musim ini jadi asyik disimak dan diikuti. Seolah kini setiap kemenangan Rossi menjadi sangat berarti buat dirinya dan Yamaha.

Nah, apa yang sebetulnya bikin Yamaha senang kalau Rossi menang ? Image ! Ya, setiap kali Rossi menang, dia bak seorang pahlawan menang perang. Semua orang tahu bahwa motor Yamaha kalah power dari Ducati-nya Stoner. Diajak trek-trekan dengan Honda RC212V pun diyakini masih keok. Fleksibilitas sasis membuat Yamaha jempolan di tikungan. Ditambah kehebatan The Doctor dalam meramu tunggangan bersama Jeremy Burgess si tangan dingin, membuat Yamaha YZR-M1 seolah momok yang menakutkan. Tapi hal ini terbukti belum cukup untuk mengalahkan Ducati. Rossi bekerja ekstra keras ! Butuh keringat sebesar biji jagung untuk mengalahkan Ducati saat ini.

Orang menyukai sosok pahlawan atau hero. Hero biasanya ada dalam posisi yang lebih lemah ketimbang lawannya. Dalam hal ini, Rossi merupakan sosok yang mewakili tokoh hero tersebut dan berjuang melawan 'monster' Ducati. Ada pula yang menanggap Stoner sebagai pahlawan karena menantang Rossi yang membuat orang bosan nonton MotoGP. Menang melulu sih. Tapi dari sisi Rossi dan Yamaha, hal ini menjadi bisa menjadi momentum yang luar biasa. Pahlawan sekalipun kalah perang, tetaplah seorang pahlawan yang dielu-elukan banyak orang. Gagalnya Rossi memetik gelar juara dunia terakhir MotoGP musim lalu, tidak membuat Yamaha keok, terlupakan dan berlalu begitu saja. Tapi malah membuatnya mendapat perhatian yang berlebih dari banyak orang. Semua orang ingin tahu bagaimana Rossi 'menuntaskan dendam' kepada Hayden dan Honda-nya. Apa lacur, Hayden bak ayam sayur dan malah Stoner yang muncul ke permukaan di musim ini. Musuh berbeda, tapi posisinya sama. Rossi tetap di pihak yang lebih lemah, pihak sang 'pahlawan'. Dukungan tanpa disadari mengalir. Orang kepingin melihat, bagaimana sang pahlawan membuat segala sesuatunya menjadi mungkin dari tidak mungkin. Yamaha pun menjadi pusat perhatian semua orang ... sampai ke negara kita sendiri.

Jika Rossi dan Yamaha kalah lagi, Yamaha yang akan menanggung malu karena dianggap tak becus menyediakan motor balap yang hebat. Tapi jika Yamaha sanggup membawa Rossi menang, orang masih menganggap Rossi yang hebat - bukan Yamaha-nya. Tampaknya merugikan buat Yamaha, tapi di balik itu semua, Rossi berhasil menaikkan pamor Yamaha di dunia lebih dari sebelumnya. Tak percuma Yamaha bayar ongkos Rossi mahal-mahal untuk pindah dari Honda. Apalagi jika Rossi menang, Yamaha pasti luar biasa senang.


Everybody loves hero ...

Salam hero,
Tok

Foto : www.motocorse.com

Monday, July 2, 2007

Kebanggaan yang membutakan


Ada banyak penyebab yang membuat brand image menjadi hal penting di dalam pemasaran produk. Banyak strategi yang khusus mendalami bagaimana membuat sebuah brand atau merk memiliki image yang positif dan melekat begitu kuat. Sebagai contoh, kalau saya melantunkan lagu sebagai berikut : " .... dari Sabang sampai Merauke .... dari Timur sampai ke Talaud .... Indonesia, tanah airku ....", dulu saya akan selalu ingat sama Indomie. Kenapa ? Segitu kuatnya iklan Indomie sampai mem-brainwash otak saya dengan jingle iklan tersebut.

Salah satu faktor yang membuat seseorang memilih merk sebuah motor, konon karena kesukaan. Sebuah pabrikan pernah meriset, tipikal pembeli kita berciri faktor ini. Jika saya suka Honda, maka saya akan beli lagi motor Honda. Demikian juga untuk merk lain. Jarang sekali atau sedikit saja orang yang berani 'bebas merdeka' dalam lintas merk. Nah, dari sini biasanya mulai muncul bibit fanatisme terhadap merk yang disukai tersebut. Fanatisme ini bisa berarti positif, bisa pula negatif. Positifnya misalnya, si pembeli akan betul-betul mengenal karakter produk yang digunakan. Pembeli tersebut akan menjadi begitu peka terhadap produk yang disukai merknya. Lebih baik atau lebih jelek, bagusnya di mana, kurangnya di mana dan lain sebagainya. Negatifnya, acap kali fanatisme membutakan mata dan melahirkan ego sentris. Motor gue terbagus, motor lu jelek ! Kira-kira begitu.

Sebetulnya, apa untungnya memiliki fanatisme merk yang berlebihan ? Ketika seseorang menjadi begitu puas terhadap merk motor yang dipakainya, ada gairah untuk membanggakan tunggangannya tersebut kepada orang lain seraya berharap, orang lain pun mau ikut serta menggunakannya. Mengingat manusia sebagai makhluk sosial yang butuh interaksi dengan sesamanya, hal ini terasa wajar dan sangat manusiawi. Namun terkadang, fanatisme yang tadinya positif ini bisa berujung negatif - tergantung dari kadar kesablengan si pembeli terpuaskan tadi dalam 'mempromosikan' produk yang dipakainya. Jika dia sablengnya nggak kira-kira, maka tahi kucing pun dibilang rasa coklat. Tapi jika dia senantiasa berpijak pada kesadaran, maka produk tersebut akan direferensikan apa adanya. Berbagai kelebihan akan turut diucapkan (so pasti) berikut pula dengan berbagai kekurangan yang menurutnya masih ada. Diapun akan terbuka terhadap pandangan orang lain terhadap merk kesukaannya.

Fanatisme yang lahir inilah yang tanpa sadar sebetulnya lebih banyak menguntungkan si pabrikan. Istilahnya, tak perlu susah payah promosi, toh 'sales'-nya banyak. Masih bagus, bila pabrikan tadi 'membalas jasa' para pengguna setia produknya dengan melahirkan produk bagus dan bermutu, jaminan after sales yang baik, customer service yang luar biasa dan lain sebagainya. Yang banyak terjadi, pabrikan tetap cuek. Konsumen setianya, dianggap tak lebih dari sekedar sales gratis yang tak perlu dibalas jasanya. Dengan kata lain, konsumen juga yang pada akhirnya dimanfaatkan.

Lantaran fenomena inilah yang membuat saya kerap gregetan terhadap para fanatik merk. Kok mau-maunya membutakan mata dan menulikan hati untuk pabrikan yang perhatian kepada konsumennya patut dipertanyakan. Tidak ada salahnya memang untuk fanatik terhadap suatu merk bila memang merk tersebut benar-benar membuat kita puas. Namun jangan sampai fanatisme menjadi berlebihan dan pada akhirnya membutakan. Masih bagus kalo diri sendiri yang buta, lha kalo orang lain yang ikut-ikutan buta ? Emang dibayar berapa sih ? Hehehe.... Lagipula, tak ada piston yang tak ada ringnya. Bukankah semua produk pasti ada plus minusnya ? Jadi salah besar kalo ada yang menuding saya gila merk tertentu, karena merk yang saya sukai sekalipun pastinya pernah saya kritik. Lebih pedas lagi, malah.


Salam kritik,
Tok

Foto : www.istockphoto.com